Kamis, 05 Juli 2012

Karl Marx; Agama dan Alienasi


AGAMA SEBAGAI ALIENASI ; Menelaah sisi pemikiran Karl Marx[1]
Oleh : Muhamad Ridwan Effendi

Agama merupakan refleksi keterasingan manusia semata yang mencoba untuk menghindarkan dirinya dari penderitaan sosial, karenanya agama hanya menjadi candu masyarakat yang hanya memberi penenang sementara, semu dan tidak mampu membongkar dan menghilangkan kondisi-kondisi yang menimbulkan penderitaan.
(Karl Marx, 1818 – 1883)

Berbicara tentang Karl Marx, tidak lepas dari ungkapannya yang dinilai kontroversi seperti halnya ungkapan di atas. Semenjak awal Marx tidak mempercayai akan keberadaan agama, bahkan Tuhan dianggapnya tidak ada, Tuhan ada karena dicipatakan oleh alam pikiran fantasi manusia yang keliru. Marx sebagai salah satu pemimpin ideologi komunis secara terang-terangan menyebutkan ketidakpercayaannya terhadap agama secara universal.[2] Dengan paham yang diciptakannya itu dia dapat melahirkan Marxisme sebagai sebuah aliran ideologi komunis yang menurutnya menjadi resolusi atas konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia sebagai individu yang yang bermasyarakat.[3]

Alih-alih komunisme mengklaim tidak hanya menghadirkan suatu teori yang luas tentang politik, masyarakat dan ekonomi melainkan juga suatu visi kehidupan manusia yang betul-betul memaksa, penuh dengan sikap filsafat tentang tempat manusia di dunia natural, suatu penjelasan tentang semua sejarah di masa lalu dan suatu ramalan tentang apa yang masih akan datang.[4] Dengan jelas Marx menyebutkan bukanlah kepercayaan agama dan kebenaran tentang tuhan, surga dan teks suci untuk melakukan perubahan mendasar terhadap kondisi masyarakat melainkan dengan peran kepercayaan dalam wujud perjuangan sosial.

PENDAHULUAN
Sepintas dapat kita cermati bahwa dalam ungkapan Marx cenderung mengedepankan sisi materialism dibandingkan sisi idelaismenya dalam mengungkap teori tentang agama. Hal ini dapat dilihat dalam ungkapan Marx yang lain “Bahwa umat manusia pertama-tama harus makan, minum, memiliki tempat berteduah dan berpakaian sebelum ia dapat mengejar politik, sains, seni dan agama”[5]. Dalam ungkapannya ini dapat diketahui bahwa manusia hidup dalam duni yang riil, bukan dalam dunia ilusi. Segala yang hakiki adalah bersifat materil bukan yang immateri sehingga dalam kehidupan di dunia ini yang nyata dan utama adalah materi (natural dan bukan supranatural). Ungakapan Marx ini merupakan pandangan atas tesis Hegel tentang materi dan pikiran yang menyatakan bahwa hal-hal mental-ide, konsep adalah fundamental bagi dunia, smeentara benda-benda materi selalu sekunder; benda-benda itu adalah ungkapan fisik dari roh universal yang dasar atau ide yang absolut.[6]

Tak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Marx banyak dipengaruhi oleh Hegel, hal ini dikaitkan dengan latar pendidikan yang ditempuh Marx selama di Univeritas Berlin berada dalam doktrinal George Wilhelm Friedrich von Hegel. Selama dalam proses pendidikannya di samping tugasnya sebagai seorang murid, Marx juga banyak mengkritisi pernyataan bahkan teori-teori yang dikemukakan oleh Hegel sehingga dengan kekritisannya itu ia dikenal sebagai Young Hegelians.[7] Dengan sikap kritisnya itu, Marx menentang pernyataan hegel dan menyatakan bahwa materi adalah yang utama sementara pikiran-wilayah konsep dan ide yang begitu penting bagi para pemikir sebenaranya hanya refleksi semata.prinsif umum tentang dunia adalah riil, lebih dapat ditemukan dalam kekuatan materi daripada konsep mental atau ide, secara khusus ide tersebut mendasari dua tema inti perkembangan pemikirannya, yaitu : (1) keyakinan bahwa realitas ekonomi menentukan perilaku manusia dan (2) sejarah manusia adalah cerita tentang perjuangan kelas, konflik terus menerus di setiap aspek masyarakat antara orang yang kaya (borjuis) dan para pekerja (orang miskin/ proletar).[8]

Secara fundamental Marx menyatakan bahwa sejak kemunculan pertama di dunia, makhluk manusia tidak dimotivasi ole hide-ide besar, tetapi olehkepentingan materi yang sangat dasar, kebutuhan dasar  untuk kelangsungan hidup. Dan ini merupakan suatu fakta tentang gerakan atas pandangan materialis tentang dunia bahwa setiap manusia membutuhkan makanan, pakaian dan tempa berteduh, maka setelah kebutuhan ini sudah terpenuhi kepentingan lain sperti  dorongan seni, seks dan lainnya masih melakukan proses penciptaan kebutuhan dan tuntunan materi yang lain. Dan semuanya ini dapat dipenuhi dengan mengembangkan apa yang disbeut sebagai suatu cara produksi.[9]

Seperti apa yang telah diungkap sebelumnya, Marx secara terbuka tidak mendukung total atas keberadaan suatu agama. Seperti apa yang dikemukakan Daniel L. Pals bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan sejak awal berkenaan dengan Karl Marx. Pertama, bentuk komunisme, Marx hanya memberikan suatu teori tentang agama, bukan sebuah pemikiran total yang dengan sendirinya menyerupai sebuah agama. Dan yang lebih penting apa yang dihadirkan Marx dalam pemikirannya bukanlah suatu catatan tentang agama secara umum melainkan suatu analisis tentang agama Kristen dan agama lainnya yang serupa dengan menekankan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa  dan eskatologi. Sehingga dalam pemikirannya hanya pemikiran Kristen yang semula memberikan pengaruh atas modal dasar teori yang telah dicetuskannya itu ketika ia mengemukakan bahwa agama sebagai pelarian orang miskin dari penderitaan dan penindasan ekonomi. Kedua, filsafat Marx begitu jauh jangkauannya, apa yang ia tawarkan sebagai suatu “teori” tentang agama tradisional merupakan bagian yang agak kecil dan tidak mesti sentral dari pemikirannya.

Ketidakpercayaannya terhadap agama, Marx melihat agama sebagaimana halnya Sigmund Frued yang melihat agama melalui analisa individual neurotic begitu pula dengan Emile Durkheim melalui analisa sosialnya, maka Marx pun menganalisa agama melalui ekonomi dan politiknya sebagai alur pendekatan fungsional. Dengan pendekatan tersebut menjadi suatu keberhasilan Marx dalam melihat agama melalui sudut pandang kaitannya dengan ekonomi sehingga membawa Marx pada reduksionisme yang khas.[10]

LATAR BELAKANG KARL MARX
Karl Marx (1818-1883) lahir di Trier (Treves)[11], daerah Rhine di Jerman, pada tanggal 5 mei 1818. Ayahnya bernama Heinrich Marx, seorang pengacara borjuis yang berpindah agama dari agama yahudi menjadi agama protestan untuk dapat menjadi seorang pengacara. Pada usia 18 tahun setelah mempelajari hukum selama satu tahun di Universitas Bonn, Dengan alasan sering mabuk-mabukan, berkelahi dan menghindari wajib militer dengan alasan kondisi kesehatan yang buruk kemudian ia pindah ke Univeristas Berlin[12] dan mempelajari filsafat. Pada masa kuliahnya pemikiran Marx banyak mendapatkan pengaruh filsafat Hegellianisme, lewat filsafat Hegel ia banyak mengkritik sistem politik di Jerman kala itu. Tahun 1941, ia di promosikan menjadi doctor dalam bidang filsafat yang desertasinya berjudul Natural Philosophis of Democritus and Epicurus (Falsafah alam Demokritus dan Epikurus).[13]

Sebagai seorang yang berpandangan non kompromis, permohonanya menjadi dosen di universitas itu ditolak dengan alasan pemikirannya yang liberal dan radikal membuat kemustahilannya untuk menjadi professor di Berlin. Oleh karenanya Ia kemudian beralih menjadi seorang jurnalis yang kemudian membawanya menjadi pimpinan redaksi harian umum radikal, Rheinsche Zeitung, suatu profesi yahg mengantarkannya menjadi pemikir yang orisinil dan begitu bersemangat. Bermula dari menyerang agama melalui politik di Jerman, pada tahun 1843 jurnal harian yang dipimpinya dilarang terbit oleh pemerintah Jerman, lantas ia memutuskan pergi ke Perancis dan mengkaji masalah ekonomi dan sosial yang pada akhirnya dengan Freidrick Enggels teman yang menemaninya berjuang melawan kapitalisme. Pada tahun yang sama sebelum ia pindah ke Peranci, ia menikah dengan Jeny Van Westphaen putri dari tetangga dan sahabat lama keluarganya.

Selama di Paris ia banyak berinteraksi dengan para intelektual setempat seperti Bentham dan james Mill,[14] dan di Paris juga ia bertemu dengan Frederick Enggels yang menjadi teman akrab dan penerjemah teori-teorinya. Berawal dari seorang liberal radikal, Marx menjadi seorang sosialis. Beberapa tulisan penting Marx berawal pada waktu itu seperti On the jewish question (1843), Toward the Critique Of Hegel’s Philosophy of Right (1843), Economic and Philosophy manuscripts (1844), dan lain-lain. Dalam tulisan-tulisan ini, Marx merumuskan pandangan materialisnya yang berjangkauan luas tentang nasib dan hakikat manusia. Juga dalam tulisannya itu ia merumuskan ide-ide kuncinya tentang sejarah dan masyarakat, ekonomi dan politik, hukum, moral, filsafat, dan agama. Terlebih dalam beberapa surat kabar yang ia muat selalu muncul motto atau jargon yang ia edit : “Kritisisme yang berani terhadap semua yang ada”.

Apa yang ditulis Marx betul-betul menentukan hidupnya, sehingga pada tahun 1845 atas permintaan pemerintah Prusia, ia di usir oleh pemerintah Perancis dan pindah ke Brussel, Belgia. Dalam tahun-tahun tersebut Marx mengembangkan teorinya yang definitif. Namun ia tidak melakukannya sendirian melainkan ditemani Friedrich Enggels, seorang anak pemilik pabrik di Jerman seklaigus manajer pabrik di Manchaster dan memulai persahabatan seumur hidup.[15] Keterlibatan Marx dan Enggels dalam beberapa kegiatan kelompok-kelompok sosialis. Mereka adalah orang-orang yang suka berfikir, namun memiliki bakat yang berbeda. Marx merupakan seorang pemikir orisinil dan bertindak sebagai filusuf, bijak, seseorang yang tak jelas namun mendalam, sedangkan Engels meupakan sosok penafsir dan penyampai yang persuasif. Selama bertahun-tahun ia mengamati dan mengunjungi kehidupan pekerja pabrik yang muram bersama-sama. Kerjasamanya yang nyaris sempurna dengan Enggels ini mampu sampai melahirkan sebuah karya yang terkenal sebagai perwujudan gairah darah muda dan gerakan revolusi baru yaitu “Menifesto Komunis” yang terbit bulan Januari 1848. Tulisan Marx itu telah membuatnya di usir pula dari Belgia dan pindah ke London Inggris untuk menghabiskan sisa hidupnya.[16]

Kegagalan politiknya pada tahun 1848 pada saat revoludi perancis dan revolusi jerman menuai kesalahan sehingga secara terpaksa menetap di London. Di London Marx lebih memusatkan perhatianya pada pekerjaan teoritis ketimbang aksi-aksi revolusioner aktif, terutama studi ekonomi yang pada saat itu (Th.1852) berada dalam genggaman sistem kapitalis sehingga ia mulai memusatkan perhatiannya tentang kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum. Keseriusannya dalam mengkaji persoalan ekonomi dan sosial, akhirnya membuahkan hasil yaitu tiga buah jilid buku yang pertama terbit pada tahun 1867, karya utamanya ini mengkritik kapitalisme dan terbit dengan judul “Das Capital”, (Jilid 2 dan 3 diterbitkan oleh Enggel setelah Marx meninggal). Marx berbeda dari para filsuf sebelumnya yang hanya puas dengan memahami dunia, bagi Marx seorang filsuf bukan saja harus memahami , tetapi yang paling penting adalah mengubah dunia.

Ketekunannya itu telah menghantarkan Marx pada aktivitas politik dengan bergabung dengan Internasional dan dipandang sebagai sosok yang mengklaim telah menjadikan sosialisme ilmiah, dan yang melakukan lebih dari siapapun untuk mencipatkan gerakan kuat yang dengan penarikan dan penolakan mendominasi sejarah mutakhir eropa.[17] Pada tahun 1864, tepatnya dalam gerakan pekerja Internasional. Dengan gerakan yang dilakukannya ini selama beberapa tahun berkecimpung didalamnya, maka tidak dipungkiri ketenaran baik sebagai pemimpin Internasional  maupun sebagai penulis buku Das Capital  telah banyak melahirkan Marxis-marxis baru. Namun disintegrasi yang dialami dalam dunia Internasional tidak selamanya berjalan dengan mulus, akan tetapi adanya kegagalan dalam sejumlah gerakan revolusioner yang dilakukannya sebagai dampak dari penyakit yang dideritanya di akhir karir Marx. Isterinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883 yang konon hanya dihadiri 8 orang terdekatnya.[18]

Marx menyebut dirinya materialis, tetapi bukan jenis materialis abad kedelapanbelas. Tipenya yang berada di bawah pengaruh Hegellian ia sebut dengan ”Dialektis”, berbeda dengan materialsme tradisional yang keliru dalam menilai penginderaan sebagai sesuatu yang pasif, namun menurutnya pengideraan merupakan interaksi antara subyek dan objek dan hal itu lebih mirip dengan instrumentalisme.[19]
POKOK-POKOK PEMIKIRAN KARL MARX
Materialsme, Alienasi Agama dan Dialektika Sejarah
Dalam menguraikan skema besarnya, Marx menemukan konsep kelas sosial atau dikenal dengan istilah perjuangan sosial dan menghubungkannya antara pembagian kelas sosial dengan beberapa tahap perkembangan ekonomi, dan ia mempercayai bahwa perjuangan kelas sosial ini mengarah pada revolusi dan sekaligus akhir dari perbedaan kelas.[20] Pernyataannya ini terpengaruh oleh ungkapan Hegel seorang penganut idelaisme yang mengatakan bahwa realitas mutlak sebagai roh (ide) yang absolute, seperti apa yang disebut orang beragama dengan “Tuhan”.

Penalaran Hegel yang absolute merupakan suatu wujud yang terus menerus berjuang untuk selalu lebih sadar, dan lebih tahu akan dirinya, dan melakukan hal-hal tersebut dengan menuangkan dirinya ke dalam bentuk dan peristiwa material. Akan tetapi keumuman yang ada bahwa setiap yang actual tidak pernah sepenuhnya menangkap yang ideal, maka bentuk material selalu tidak memadai, atau dalam bahasa Hegel, “Alien” (asing) bagi roh (Ide). Sehingga setiap realitas material tidak pernah memiliki sifat-sifat yang dikehendaki oleh sesuatu yang absolut (Idea), oleh karenanya peristiwa yang terjadi dalam dunia material (Hegel menyebutnya “Tesis”) maka roh mengadakan peristiwa sebaliknya “Antitesis” yang mencoba untuk mengoreksinya. Resolusi antara keduanya dipecahkan oleh peristiwa yang ketiga yakni “Sintesis” yang mencampurkan elemen dari keduanya. Namun hal ini hanya sekedar untuk menjadi tesis baru bagi rangkaian oposisi resolusi yang lainnya.

Dalam penalarannya, Hegel menyebutkan semua yang terjadi di dunia ini muncul dalam bentuk rangkaian pergantian yang besar yang disebut dengan “Dialektika” yang memberi dan mengambil roh dalam alam dan sejarah. Di dalamnya, yang absolute mengalienasikan dirinya secara tak memuaskan dalam suatu bentuk material, lalu mersepon yang lain dan akhirnya mengombinasikan danmengungguli keduanya dengan yang lain lagi. Semisal pada abad peradaban kegelapan sebagai tesis, lambat laun akan memunculkan perdaban baru yang disebut abad resnaisance antithesis, maka keduanya menggabungkan dirinya menjadi suatu kekuatan baru yang disebut sintesis.

Keterangan di atas telah membuktikan bahwa Marx menolak idealisme Hegel mengenai dunia dapat berkembang menurut rumusan dialektis berdasar entitas mistis yang disebut ruh, namun tidak menolak konsep alienasi maupun ide bahwa sejarah berjalan terus melalui suatu proses konflik yang luas. [21] dalam dialektika Marx tidak memiliki kualitas ruh seperti halnya Hegel melainkan pengggerak dunia kekuatannya berada pada materi, dan bukan ruh. Namun materi dalam konteks Marx merupakan materi yang bersifat unik dan bukan materi yang didehumanisasikan oleh para atomis, hal ini mengisyaratkan bahwa kekuatan penggerak dunia adalah manusia dalam hubungannya dengan materi yang bagian terpentingnya adalah cara produksinya. Maka hal tentang ini menjadi dasar materialism Mark dalam prakteknya menjadi ilmu ekonomi.

Apa yang ada dalam sebuah agama, Tuhan selalu mendapat tempat yang mulia dan tempat sebagai pujian dan pemujaan yang pantas bagi manusia. Tentu saja hal ini menggiring manusia untuk menyerahkan kepentingan dan nafsu individualnya kepada kepentingan dan nafsu para raja atau elite yang berkuasa. Lanjut Marx menjelaskan keadaan yang demikian bukan karena adanya Tuhan atau orang yang pantas disebut dengan raja, tetapi lebih disebabkan karena sesuatu yang fundamental menurut cara berfikir manusia dan mengalienasikan dirinya dalam perasaan yang memisahkan batin dari sifat dasar manusia sebagaimana seharusnya.

Sehingga pengertian alienasi dimaksudkan sebagai upaya mengeluarkan sesuatu dari dirinya apa yang ada dlaam dirinya dan merupakan esensi , kemudian mengelurkan hal itu sebagai sesuatu yang berlainan dengan hakikat tersebut sebagai suatu realita yang sekaligus bersifat asing dan melawannya. Pengamatan yang dialkukan Marx pertama-tama adalah membagi masyarakat ke dalam dua kelas yakni borjuis (kelas pengusaha/ pemilik modal dan menengah) dan Proletar (Pekerja/ Buruh), yang jelas berbeda dengan Hegel yang menganggap bangsa sebagai kendaraan gerakan dialektis.

Konsep alienasi yang dirumuskan Marx bermula dari fakta ekonomi yang ada di masanya seperti yang tertulis dalam bukunya Das Kapital. Dalam beberapa literatur Marx mencoba mengurangi penggunaan alienasi sebagai bentuk keterasingan dengan alasan kekhawatiran akan pudarnya nilai substansi dari makna alienasi itu sebagai akibat banyaknya para filusuf yang menggunakan kata tersebut sebagai konsep mereka yang jauh berbeda dengan apa yang Marx maksudkan.

Pandangan tentang alienasi tidak dapat dilepaskan dari kritik Marx terhadap Ludwig Feurbach. Dalam kritiknya itu Marx lebih kongkrit menyebutkan dimensi utama keterasingan, yaitu :
1.       Para buruh dalam kapitalisme industry diasingkan dari produksinya yang “ada di luar dirinya secara mandiri sebagai sesuatu yang asing bagi dirinya dan bahkan sebagai objek yang menentang dirinya sendiri”. Produksi bukanlah miliknya melainkan melainkan dimanfaatkan oleh orang asing sebagai milik pribadinya.
2.       Sistem kapitalis mengasingkan manusia dari aktivitasnya. Altivitasnya tidak dipaengaruhi oleh kepentingan pribadi namun sesuatu yang dikumpulkan untuk tetap hidup, degan kata lain Marx menjelaskan bahwa buruh hanya merasakan dirinya dari luar pekerjaannya sendiri dan dalam pekerjaannya di amerasa di luar dirinya.
3.       Masyarakat mengasingkan buruh dari kualitas penting manusia (teralienasi dari potensinya sebagai manusia sejati), keadaan seperti ini disebabkan kapitalis mereduksi kepentingan manusia it uke dalam tingkat buruh.
4.       Alienasi adalah “Pemisahan manusia dari dirinya” (Teralienasi dari pekerja).

Keterasingan dalam penuturan Mark akan terjadi jika semakin banyak modal terkumpul untuk kepentingan kapitalis, dan semakin miskin pula si Buruh akibat hasil eksploitasi si kapitalis terhadap produksi yang telah dilakukan buruh. Analisis Marx terhadap prose produksi materi manusia terdiri dari tiga komponen atau factor yaitu kondisi produksi, kekuatan produksi dan hubungan produksi dengan lingkungan.

Dalam memahami alienasi, sangatlah penting melihat kerja ekonomi setiap harinya bagi  yang setiap orang yang hidup melalui kegiatan yang disebut dengan kerja. Kerja merupakan aktifitas bebas manusia melawan alam, dimana kerja harus bersifat kreatif, bervariasi, karya dan memuaskan suatu ekspresi seluruh kepribadian. Namun fakta yang terjadi berbeda, alienasi muncul atas asumsi orang yang menganggap bahwa produksi dan kerja sebagai suatu benda yang terlepas. Dengan kata lain manusia hanya memperdagangkan benda yang mereka ciptakan yang pada akhirnya manusia menemukan penderitaan riil dari kondisi yang mereka terima.

Begitu pula dengan pengaruh Hegel yang yang menjadi warna tersendiri dan dasar bagi pemikiran Marx tentang dialketisnya terhadap perosalan ruh dan materi yang memberikan kesimpulan bahwa feodalisme (pemilik tanah), kapitalisme (pengusaha industri) dan Sosialisme (Buruh) adalah perbedaan kelas yang harus di gebrag melalui aktifitas revolusioner baru.

EKSPLOITASI DAN NILAI LEBIH
Eksploitasi dan dominasi menurut Marx merupakan distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang tidak seimbang yang lebih menguntungkan kaum feodal dan kapitalis ditimbang potensi buruh yang dieskplitasi. Oleh karenanya Marx mendefinisikan nilai lebih sebagai perbedaan antara nilai upah yang diterima buruh dan nilai dari apa yang mereka hasilkan. Artinya perbedaan upah yang dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produksi hasil kerja kaum buruh yang biasa dijual kaum kapitalis untuk kepentingan kaum kapitalis.

Teori eksploitasi, kelas buruh dipaksa didagangkan dalam bursa pasar tenaga kerja untuk nilai upah yang berlaku. Kaum kapitalis mengeksploitasi buruh dengan menjual hasil prosuksi buruh dan bayaran yang diterimanya melebihi upah yang diterima kaum buruh. Kapitalisme merupakan sistem eksploitasi, sehingga kaum kapitalis berusaha mengambil keuntungan secara besar dengan mengupah buruh sesuai rata-rata. Namun teori ekspoitasi Marx mendapat kritikan serius yang mengatakan bahwa Marx telah melupakan teori tentang eksploitasi dari persoalan biaya yang dikeluarkan kaum kapitalis kepad akaum buruh.

Ketentuan yang berlaku menerangkan bahwa nilai sesuatu yang dibuat atau ingin dibeli ditentukan okeh kerja yang dibutuhkan. Sehingga kesenjangan yang terjadi menyebutkan bahwa pemilik modal lebih mementingkan keuntungan, sementara buruh harus menghasilkan barang yang cukup bernilai untuk mendapatkan gaji guna membiaya kehidupannya.

Dorongan produksi yang besar dari pekerja, menimbulkan konflik baru, produksi capital yang berlebihan, pekerja dan mesin produksi bekerja lebih banyak untuk dijual. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan ini para pemilik modal menempuh jalan mengurangi produksi dengan demikian mengakibatkan periode krisis ekonomi yang ditandai dengan pemberhentia smenetara terhadap para buruh. Dan hal ini menjadi landasan konflik sosial dan akan membawa kapitalisme pada kehancuran.

LANDASAN DAN BANGUNAN ATAS
Bagi Marx, bahwa inti dari sejarah adalah perjuangan kelas, suatu konflik yang dikontrol dari bawah oleh realitas kehidupan ekonomi yang sulit. Maka Marx membedakan bangunan bawah yang disebut dengan “Landasan” yaitu masyarakat dan masyarakat bangunan atas “Superstruktur”. Dan hal ini menimbhulkan pembagian kerja, perjuangan kelas dan alienasi manusia.

Dalam literatur sejarah disebutkan bahwa setiap Negara ada untuk mewakili keinginan kelas yang berkuasa, kelompok yang dominan. Maka dalam kehidupan masyarakat dibangun prinsip kepemilikan pribadi dan akan melegistimasikan hukum secara jelas terhadap pencuri yang hendak merampasnya. Meskipun banyak upaya yang dilakukan teolog, filusuf dan guru moral untuk mengontrol orang miskin agar dapat membedakan baik dan buruk, maka realitas ekonomi di suatu masa terjadi penghilangan perbedaan kelas.

Banyak kasus yang menjasi hiasan dalam perjuangan kelas, semisal di Inggris pada abad 17 kaum kapitalis melakukan mendorong kaum menengah untuk menentang kekuasan politik raja yang mapan sehingga terjadi revolusi yang membahayakankeberlangsungan Negara di saat itu. Ini merupakan bukti bahwa perjuangan kelas masyarakat masih belum dikatakan berhasil sampai tujuan itu terwujud.

KRITIK TERHADAP AGAMA
Mark tidak mencurahkan perhatian khusus terhadap agama, hal itu disebabkan karena bagi materialism histroris , agama dinyatakan sebagai keadaan radikal mansuai yang menjadi sebuah korban ekonomi. Maka agama akan lenyap begitu saja manakala keadaan buruk yang melanda manusia berakhir.
Kritik Marx terhadap gagasan tentang Tuhan serta agama sebenarnya merupakan penunjukkan secara kongkret menjadi syarat-syarat timbulnya gagasan serta akibat-akibat yang merugikan. Agama dan gagasan tentang Tuhan dipandang sebagai fenomena dan fakta yang perlu ditentukkan sebab-akibatnya dikarenakan hal ini masih termasuk ke dalam maerialsme dilaketis dan historis.[22]

Materialsme dialektika pada hakikatnya berada dalam pengaruh suatu ketegangan intern yang tiada henti-hentinya melompat dari suatu keadaan ke keadaan yang lain yang berlawanan, kemudian kesuatu sintesis yang menatur pada sebuah tingkat lebih tinggi pula, dan tanpa pernah menemukan keseimbangan yang definitif. Kondisi material yang menentukan Hegel adalah ungkapannya mengenai hidup itu lebih dari hanya suatu kegiatan fisiko-kimia saja, kesadaran adalah lebih dari hanya sesuatu kegiatan biologis.

Dalam materialsme historis, sejarah sebagaimana seluruh proses terjadinya suprastruktur itu telah disyaratkan dan ditentukan oleh fenomena dasar yang langsung berhubungan dengan kegiatan paling materi yaitu fenomena ekonomi. Oleh karenanya manusialah secara hakikat menciptakan dirinya sendiri dengan menghasilkan sarana-sarana kehidupan, maka dengan kata lain fenomena yang terjadi dalam agamapun hanya merupakan pantulan dan perubahan ekonomi.

Marxisme berpotensi untuk menerangkan kesadaran ini dengan factor ekonomi telah menimbulkan pembagian kelas dan pertentangan di dalamnya. Dengan demikian manusia merasa dirinya terpecah bahkan terasing dari kodratnya sendiri. Gagasan tentang Tuhan merupakan suatu proyeksi mistis dan oengasingan yang mewujudkan kesengsaraan kelas yang tertindas, dan merupakan alat kelas yang berkuasa untuk melanjutkan dominasinya.

Agama merupakan kesadaran dan perasaan diri bagi manusia ketika ia belum berhasil menemukan dirinya dan ketika ia sudah kehilangan dirinya. Namun manusia itu bukan suatu makhluk yang abstrak yang bercokol di luar dunia, melainkan manusia berada dalam dunia manusia, Negara dan masyarakat Kesengsaraan yang terjadi pada manusia merupakan kesengsaraan religious yang nyata sekaligus sebagai tindakan prortes terhadap kesengsaraan nyata itu sendiri. Agama adalah keluhan makhluk tertindas, jiwa suatu dunia yang tak berkalbu, sebagaimana ia merupakan roh suatu kebudayaan yang tidak mengenal roh. Sehingga Marx menyatakan bahwa agama sebagai candu rakyat.[23] Agama bukan saja sia-sia , tetapi juga merugikan. Ia merampas banyak kodrat dan martabat manusia dan mengalihkannya kepada suatu makhluk khayalan. Bahakn lebih-lebih agama merendahkan derajatnya dengan memberikan perasaan dosa pada manusia itu sendiri, dengan mengajarkan kerendahan hati pada agama, dengan membuat dirinya hina dihadapan dirinya sendiri, alih-alih lebih merugikan lagi Mark menjelaskan bahwa agama memberikan hiburan palsu . maka oleh karena itu, Marx menerangkan penghapusan agama sebagai suatu kebahagiaan sejati.

Kritik yang dilakukan Marx tehadap agama pada asasnya adalah kritik terhadap “Lmebah air mata” yang mahkotanya adalah agama.[24] Agama adalah ilusi semata, dan sebetulnya agama ditentukan oleh ekonomi sehingga tidak ada gunanya untuk mempertimbangkan setiap doktrin atau kepercayaannya demi manfaatnya sendiri. Kepercayaan manusi terhadap agama berawal dari kritisisme yang irreligious yaitu manusia membuat agama tetapi agama tidak membuat manusia. Terlebih agama telah mengambil sifat-sidat ideal moral dari kehidupan manusia yang dasar dan secara tidak wajar memberikannya kepada suatu wujud asing dan khayalan yang disebut dengan Tuhan. Bahkan agama dianggapnya terasa merampas kebaikan individu manusia dan memberikannya kepada Tuhan.

Alienasi dalam agama sebenarnya hanya merupakan ekspresi dari ketidakbahagiaan yang lebih dasar yang selalu bersifat ekonomi. Pertanyaannya mengapa eksistensi agama semakin terus “bercokol”? jawabannya adalah karena agama telah memperhatikan kebutuhan manusia yang teralienasi. Bahkan Marx mengatakan agama adalah keluh kesah makhluk  yang tertindas dan merupakan ekspresi penderitaan ekonomi yang lain sekaligus protes melawan penderitaan yang riil.

Agama ibarat narkotik yang menghilangkan rasa sakit yang diderita orang yang dieksploitasi dan mengenai dunia supranatural di masa segala kesedihan berakhir, secara penderitaan menghilang. Agama menghilangkan pandangan terhadap Tuhan, padahal semestinya diarakan pada ketidakadilan fifik dan materi mereka, yang pada akhirnya agama adalah tempat pelarian kaum tertindas.

Agama seperti halnya sebuah ideologi, merefleksikan sesuatu kebenaran namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka disiptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Mark menjelaskan dirinya tidak menolak kehadiran agama, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.[25]

PENUTUP
Seperti yang telah dikemukakan di awal makalah, bahwa ide juga pemikiran Karl Marx tentang agama adlaah serupa dengan freud dan Durkheim, yaitu penjelasan fungsional, penjelasan yang menarik dari Marx bukanlah isi kepercayaan agama bukan pula apa yang dikatakan tentang kebenaran sebuah agama dan Tuhan, Surga dan teks suci akan tetapi meryupakan peran kepercayaan dalam perjuangan kelas sosial. Marx sependapat dengan pernyataan Taylor dan Frazer yang mengatakan bahwa agama adalah takhayul yang mengada-ada . pendekatan Marx dalam hal ini lebih mirip seperti yang dilakuakn Durkheim yaitu pendekatan kepada kelompok bukan individual seperti yang dilakuakn freud.

Penjelasan agama bukan sekedar penjelasan fungsional tetapi juga mengandung reduksionis yang agresif, kecenderungan dari seluruh cara berfikirnya adalah untuk selalu menggambarkan agama sebagai efek , ekspresi, gejala dari sesuatu yang lebih rilldan substansial yang terletak di bawahnya.

Dilain hal, Marx yang menempatkan kaum proletar sebagai subyek perubahan temapknya bersebrangan dengan realitas mereka yang justru menarik diri dari perjuangan transformasi sosial, dan hal ini dikuatkan dengan fakta bahwa para intelektual justru mengisi ruang yang ditinggalkan proleriat Dan mensubtitusikan aktivitas untuk perjuangan kelas. [26]


Di sisi lain Marx melihat sisi ekonomi sesuatu yang dikenadarai produksi dab mengabaikan aturan konsumsi, hal ini akan menggring pada persoalan efisiensi dan pemotongan upah yang akan mengarah pada proletarianisasi, peningkatan alienasi dan meruncingnya konflik kelas. Namun hal ini bisa dikritisi bahwa pusat aturan konsumsi di dalam ekonomi modern mendorong bebrapa kreativitas dan usaha, sehingga hal ini menunjukkan adanya jenis pekerjaan yang bergantung pada gaji yang tidak menyebabkan alienasi.

Demikian kiranya pemaparan singkat yang dapat disampaikan, semoga keberadaan agama hari ini dapat memberikan kontribusi riil yang signifikan terhadap kemajuan peradaban dan dalam menjalankan perjuangannya sebagai institusi kekuatan yang supranatural membela mustadz`afin serta memberikan pencerahan-pencerahan spiritual bagi mereka yang ingin mengenal diri dan Tuhan-Nya.

الحمد لله رب العالمين







BIBLIOGRAPHY

Goodman, J. Douglas. & George Ritze. 2009. Teori Sosiologi; dan teori sosiologi klasik sampai perkembangan
            mutakhir teori sosial Postmodern. Terj. Nurhadi. Kreasi Wacana. Yogyakarta
Jurnal Universitas Paramadina Vol.1 No.2. Januari 2002
L. Pals, Daniel. 2001. Seven Theories of Religions; Dari Animisme E.B. Taylor, Materialsm Karl Mark, hingga
            Antropologi Budaya C.Geertz, Terj. Ali Noerjaman. Qalam. Yogyakarta
Lavine, T.Z. 2003. KOnflik Kelas dan Or99ang yang Terasing. Jendela. Yogyakarta
Leahy, Louis. 1992. Aliran-aliran besar Atheisme, Tinjauan Kritis. Kinisisus. Yogyakarta
Magnis, Frans. & Suseno. 1988. Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Gramedia.
            Jakarta
Russel, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga
            Sekarang. Terj. Sigit Jatmiko. Pustaka Pelajar. Yogyakarta



[1] Disampaikan pada saat presentasi kelas pada mata kuliah Teori Agama-Agama di PPS UIN SGD Bandung, Dosen pengampu Dr. Abdul Syukur, MA  
[2] Daniel L. Pals, Seven Theoris of Religions “Dari Animisme E.B. Taylor, Materialism Karl Marx, hingga Antropologi Budaya C.Geertz”, Terj. Ali Noerjaman (Yogyakarta; Qalam, 2001), Hlm. 242
[3] Masyarakat menurut Marx dibagi menjadi empat tahapan, Pertama mayarakat tradisional (Komunisme Primitif) sebagai bentuk masyarakat awal yang sederhana, dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup dilakukan dengan cara berburu dan nomaden. Kedua masyarakat feodal yaitu suatu konidisi masyarakat yang sudah mengenal kepemilikan pribadi sebagai modal untuk mendapatkan keuntungan besar dari kepemilikannya itu sehingga pada bentuk masyarakat ini mengalami ekploitasi oleh pemilik modal. Ketiga masyarakat kapitalisme yang memperkenalkan aktivitas komersial/ motif mencari keuntungan dalam skala besar oleh kamum borjuis atas perolehan usaha dari kaum proletar. Keempat masyarakat sosialisyang mencoba untuk menghapus eksploitasi oleh kaum borjuis melalui revolusi sosial melalui penggorganisasian dan gerakan buruh. Kelima masyarakat komunis modern, dalam sistem sosialsi ini hanya merupakan transisi karena masih menyembunyikan kepentingan antara penguasa dan rakyat yang digiring untuk menjadi bagian dari masyarakat yang humanis. Lihat T.Z. Lavine, Konflik Kelas dan Orang yang Terasing,(Yogyakarta; Jendela, 2003), Hlm. 17
[4] Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 209
[5] Ibid., Daniel L. Pals, Seven  Theories …, Hlm. 207
[6] Ibid., Hlm. 211
[7] Ibid.
[8] Ibid., Hlm. 216
[9] Ibid.
[10] Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 242-243
[11] Treves merupakan daerah yang terpengaruh oleh Perancis selama revolusi dan era napoleon, dan jauh lebih berpandangan cosmopolitan. Lihat Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Terj. Sigit Jatmiko, ((Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1019
[12] Univeristas berlin merupakan pusat ilmu pengetahuan tempat dimana berkumpulnya sarjana, pejabat pemerintah dan intelektual sekaliber George Friedrich von Hegel (1770-1831), seorang intelektual  yang mendominasi pemikiran di kampus tersebut sehingga banyak pemikirannya yang  mempengaruhi Marx. Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 211
[13] Jurnal Universitas Paramadina Vol.1 No. 2. Januari 2002: 117
[14] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1019
[15] Ibid.
[16] Suseno, Frans Magnis. Etika Politik , Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. (Gramedia, Jakarta: 1988 ), Hlm. 34
[17] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1018
[18] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Dan Teori sosiologi klasik sampai perkembangan mutakhir teori sosial Postmodern, Terj. Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi Wacana,2009), hlm. 50-51
[19] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1020
[20] Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 220
[21] Ibid.,hlm., 222
[22] Louis Leahy, Aliran-aliran besar Atheisme, Tinjauan kritis, (Yogyakarta, Kanisisus, 1992), hlm. 96-97
[23] Ibid., hlm. 98
[24] Ibid., hlm. 99
[25] Ibid.,George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi,…Hlm. 24
[26] Ibid.,Hlm.75-76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar