AGAMA SEBAGAI ALIENASI ; Menelaah sisi pemikiran Karl Marx[1]
Oleh : Muhamad Ridwan Effendi
Agama merupakan refleksi keterasingan manusia semata yang
mencoba untuk menghindarkan dirinya dari penderitaan sosial, karenanya agama
hanya menjadi candu masyarakat yang hanya memberi penenang sementara, semu dan
tidak mampu membongkar dan menghilangkan kondisi-kondisi yang menimbulkan
penderitaan.
(Karl Marx, 1818 – 1883)
Berbicara tentang Karl Marx, tidak lepas dari ungkapannya
yang dinilai kontroversi seperti halnya ungkapan di atas. Semenjak awal Marx
tidak mempercayai akan keberadaan agama, bahkan Tuhan dianggapnya tidak ada,
Tuhan ada karena dicipatakan oleh alam pikiran fantasi manusia yang keliru. Marx
sebagai salah satu pemimpin ideologi komunis secara terang-terangan menyebutkan
ketidakpercayaannya terhadap agama secara universal.[2] Dengan
paham yang diciptakannya itu dia dapat melahirkan Marxisme sebagai sebuah aliran
ideologi komunis yang menurutnya menjadi resolusi atas konflik yang terjadi
dalam kehidupan manusia sebagai individu yang yang bermasyarakat.[3]
Alih-alih komunisme mengklaim tidak hanya menghadirkan suatu
teori yang luas tentang politik, masyarakat dan ekonomi melainkan juga suatu
visi kehidupan manusia yang betul-betul memaksa, penuh dengan sikap filsafat
tentang tempat manusia di dunia natural, suatu penjelasan tentang semua sejarah
di masa lalu dan suatu ramalan tentang apa yang masih akan datang.[4] Dengan
jelas Marx menyebutkan bukanlah kepercayaan agama dan kebenaran tentang tuhan,
surga dan teks suci untuk melakukan perubahan mendasar terhadap kondisi
masyarakat melainkan dengan peran kepercayaan dalam wujud perjuangan sosial.
PENDAHULUAN
Sepintas dapat kita cermati bahwa dalam ungkapan Marx
cenderung mengedepankan sisi materialism dibandingkan sisi idelaismenya dalam
mengungkap teori tentang agama. Hal ini dapat dilihat dalam ungkapan Marx yang
lain “Bahwa umat manusia pertama-tama harus makan, minum, memiliki tempat
berteduah dan berpakaian sebelum ia dapat mengejar politik, sains, seni dan
agama”[5].
Dalam ungkapannya ini dapat diketahui bahwa manusia hidup dalam duni yang
riil, bukan dalam dunia ilusi. Segala yang hakiki adalah bersifat materil bukan
yang immateri sehingga dalam kehidupan di dunia ini yang nyata dan utama adalah
materi (natural dan bukan supranatural). Ungakapan Marx ini merupakan pandangan
atas tesis Hegel tentang materi dan pikiran yang menyatakan bahwa hal-hal
mental-ide, konsep adalah fundamental bagi dunia, smeentara benda-benda materi
selalu sekunder; benda-benda itu adalah ungkapan fisik dari roh universal yang
dasar atau ide yang absolut.[6]
Tak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Marx banyak dipengaruhi
oleh Hegel, hal ini dikaitkan dengan latar pendidikan yang ditempuh Marx selama
di Univeritas Berlin berada dalam doktrinal George Wilhelm Friedrich von Hegel.
Selama dalam proses pendidikannya di samping tugasnya sebagai seorang murid, Marx
juga banyak mengkritisi pernyataan bahkan teori-teori yang dikemukakan oleh
Hegel sehingga dengan kekritisannya itu ia dikenal sebagai Young Hegelians.[7]
Dengan sikap kritisnya itu, Marx menentang pernyataan hegel dan menyatakan
bahwa materi adalah yang utama sementara pikiran-wilayah konsep dan ide yang
begitu penting bagi para pemikir sebenaranya hanya refleksi semata.prinsif umum
tentang dunia adalah riil, lebih dapat ditemukan dalam kekuatan materi daripada
konsep mental atau ide, secara khusus ide tersebut mendasari dua tema inti
perkembangan pemikirannya, yaitu : (1) keyakinan bahwa realitas ekonomi
menentukan perilaku manusia dan (2) sejarah manusia adalah cerita tentang
perjuangan kelas, konflik terus menerus di setiap aspek masyarakat antara orang
yang kaya (borjuis) dan para pekerja (orang miskin/ proletar).[8]
Secara fundamental Marx menyatakan bahwa sejak kemunculan
pertama di dunia, makhluk manusia tidak dimotivasi ole hide-ide besar, tetapi
olehkepentingan materi yang sangat dasar, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup. Dan ini merupakan suatu
fakta tentang gerakan atas pandangan materialis tentang dunia bahwa setiap
manusia membutuhkan makanan, pakaian dan tempa berteduh, maka setelah kebutuhan
ini sudah terpenuhi kepentingan lain sperti
dorongan seni, seks dan lainnya masih melakukan proses penciptaan
kebutuhan dan tuntunan materi yang lain. Dan semuanya ini dapat dipenuhi dengan
mengembangkan apa yang disbeut sebagai suatu cara produksi.[9]
Seperti apa yang telah diungkap sebelumnya, Marx secara
terbuka tidak mendukung total atas keberadaan suatu agama. Seperti apa yang
dikemukakan Daniel L. Pals bahwa ada dua hal yang harus diperhatikan sejak awal
berkenaan dengan Karl Marx. Pertama, bentuk komunisme, Marx hanya
memberikan suatu teori tentang agama, bukan sebuah pemikiran total yang dengan
sendirinya menyerupai sebuah agama. Dan yang lebih penting apa yang dihadirkan Marx
dalam pemikirannya bukanlah suatu catatan tentang agama secara umum melainkan
suatu analisis tentang agama Kristen dan agama lainnya yang serupa dengan
menekankan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan eskatologi. Sehingga dalam pemikirannya
hanya pemikiran Kristen yang semula memberikan pengaruh atas modal dasar teori
yang telah dicetuskannya itu ketika ia mengemukakan bahwa agama sebagai
pelarian orang miskin dari penderitaan dan penindasan ekonomi. Kedua, filsafat
Marx begitu jauh jangkauannya, apa yang ia tawarkan sebagai suatu “teori”
tentang agama tradisional merupakan bagian yang agak kecil dan tidak mesti
sentral dari pemikirannya.
Ketidakpercayaannya terhadap agama, Marx melihat agama
sebagaimana halnya Sigmund Frued yang melihat agama melalui analisa individual
neurotic begitu pula dengan Emile Durkheim melalui analisa sosialnya, maka Marx
pun menganalisa agama melalui ekonomi dan politiknya sebagai alur pendekatan
fungsional. Dengan pendekatan tersebut menjadi suatu keberhasilan Marx dalam
melihat agama melalui sudut pandang kaitannya dengan ekonomi sehingga membawa Marx
pada reduksionisme yang khas.[10]
LATAR BELAKANG KARL MARX
Karl Marx
(1818-1883) lahir di Trier (Treves)[11],
daerah Rhine di Jerman, pada tanggal 5 mei 1818. Ayahnya bernama Heinrich Marx,
seorang pengacara borjuis yang berpindah agama dari agama yahudi menjadi agama
protestan untuk dapat menjadi seorang pengacara. Pada usia 18 tahun setelah
mempelajari hukum selama satu tahun di Universitas Bonn, Dengan alasan sering
mabuk-mabukan, berkelahi dan menghindari wajib militer dengan alasan kondisi
kesehatan yang buruk kemudian ia pindah ke Univeristas Berlin[12] dan
mempelajari filsafat. Pada masa kuliahnya pemikiran Marx banyak mendapatkan
pengaruh filsafat Hegellianisme, lewat filsafat Hegel ia banyak mengkritik
sistem politik di Jerman kala itu. Tahun 1941, ia di promosikan menjadi doctor
dalam bidang filsafat yang desertasinya berjudul Natural Philosophis of Democritus
and Epicurus (Falsafah alam Demokritus dan Epikurus).[13]
Sebagai seorang yang berpandangan non kompromis, permohonanya menjadi dosen
di universitas itu ditolak dengan alasan pemikirannya yang liberal dan radikal
membuat kemustahilannya untuk menjadi professor di Berlin. Oleh karenanya Ia
kemudian beralih menjadi seorang jurnalis yang kemudian membawanya menjadi
pimpinan redaksi harian umum radikal, Rheinsche Zeitung, suatu profesi
yahg mengantarkannya menjadi pemikir yang orisinil dan begitu bersemangat.
Bermula dari menyerang agama melalui politik di Jerman, pada tahun 1843 jurnal harian
yang dipimpinya dilarang terbit oleh pemerintah Jerman, lantas ia memutuskan
pergi ke Perancis dan mengkaji masalah ekonomi dan sosial yang pada akhirnya
dengan Freidrick Enggels teman yang menemaninya berjuang melawan kapitalisme. Pada
tahun yang sama sebelum ia pindah ke Peranci, ia menikah dengan Jeny Van
Westphaen putri dari tetangga dan sahabat lama keluarganya.
Selama di Paris ia banyak berinteraksi dengan para intelektual setempat
seperti Bentham dan james Mill,[14] dan
di Paris juga ia bertemu dengan Frederick Enggels yang menjadi teman akrab dan
penerjemah teori-teorinya. Berawal dari seorang liberal radikal, Marx menjadi
seorang sosialis. Beberapa tulisan penting Marx berawal pada waktu itu seperti On
the jewish question (1843), Toward the Critique Of Hegel’s Philosophy of
Right (1843), Economic and Philosophy manuscripts (1844), dan
lain-lain. Dalam tulisan-tulisan ini, Marx merumuskan pandangan materialisnya
yang berjangkauan luas tentang nasib dan hakikat manusia. Juga dalam tulisannya
itu ia merumuskan ide-ide kuncinya tentang sejarah dan masyarakat, ekonomi dan
politik, hukum, moral, filsafat, dan agama. Terlebih dalam beberapa surat kabar
yang ia muat selalu muncul motto atau jargon yang ia edit : “Kritisisme yang
berani terhadap semua yang ada”.
Apa yang ditulis Marx betul-betul menentukan hidupnya, sehingga pada tahun 1845
atas permintaan pemerintah Prusia, ia di usir oleh pemerintah Perancis dan
pindah ke Brussel, Belgia. Dalam tahun-tahun tersebut Marx mengembangkan
teorinya yang definitif. Namun ia tidak melakukannya sendirian melainkan
ditemani Friedrich Enggels, seorang anak pemilik pabrik di Jerman seklaigus
manajer pabrik di Manchaster dan memulai persahabatan seumur hidup.[15] Keterlibatan
Marx dan Enggels dalam beberapa kegiatan kelompok-kelompok sosialis. Mereka
adalah orang-orang yang suka berfikir, namun memiliki bakat yang berbeda. Marx
merupakan seorang pemikir orisinil dan bertindak sebagai filusuf, bijak,
seseorang yang tak jelas namun mendalam, sedangkan Engels meupakan sosok
penafsir dan penyampai yang persuasif. Selama bertahun-tahun ia mengamati dan
mengunjungi kehidupan pekerja pabrik yang muram bersama-sama. Kerjasamanya yang
nyaris sempurna dengan Enggels ini mampu sampai melahirkan sebuah karya yang
terkenal sebagai perwujudan gairah darah muda dan gerakan revolusi baru yaitu “Menifesto
Komunis” yang terbit bulan Januari 1848. Tulisan Marx itu telah membuatnya
di usir pula dari Belgia dan pindah ke London Inggris untuk menghabiskan sisa
hidupnya.[16]
Kegagalan
politiknya pada tahun 1848 pada saat revoludi perancis dan revolusi jerman menuai
kesalahan sehingga secara terpaksa menetap di London. Di London Marx lebih
memusatkan perhatianya pada pekerjaan teoritis ketimbang aksi-aksi revolusioner
aktif, terutama studi ekonomi yang pada saat itu (Th.1852) berada dalam
genggaman sistem kapitalis sehingga ia mulai memusatkan perhatiannya tentang
kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum. Keseriusannya dalam mengkaji
persoalan ekonomi dan sosial, akhirnya membuahkan hasil yaitu tiga buah jilid
buku yang pertama terbit pada tahun 1867, karya utamanya ini mengkritik
kapitalisme dan terbit dengan judul “Das Capital”, (Jilid 2 dan 3
diterbitkan oleh Enggel setelah Marx meninggal). Marx berbeda dari para filsuf
sebelumnya yang hanya puas dengan memahami dunia, bagi Marx seorang filsuf
bukan saja harus memahami , tetapi yang paling penting adalah mengubah dunia.
Ketekunannya itu
telah menghantarkan Marx pada aktivitas politik dengan bergabung dengan Internasional
dan dipandang sebagai sosok yang mengklaim telah menjadikan sosialisme
ilmiah, dan yang melakukan lebih dari siapapun untuk mencipatkan gerakan kuat
yang dengan penarikan dan penolakan mendominasi sejarah mutakhir eropa.[17] Pada
tahun 1864, tepatnya dalam gerakan pekerja Internasional. Dengan gerakan yang
dilakukannya ini selama beberapa tahun berkecimpung didalamnya, maka tidak
dipungkiri ketenaran baik sebagai pemimpin Internasional maupun sebagai penulis buku Das Capital
telah banyak melahirkan Marxis-marxis
baru. Namun disintegrasi yang dialami dalam dunia Internasional tidak selamanya
berjalan dengan mulus, akan tetapi adanya kegagalan dalam sejumlah gerakan
revolusioner yang dilakukannya sebagai dampak dari penyakit yang dideritanya di
akhir karir Marx. Isterinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun
1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883 yang konon hanya
dihadiri 8 orang terdekatnya.[18]
Marx menyebut
dirinya materialis, tetapi bukan jenis materialis abad kedelapanbelas. Tipenya
yang berada di bawah pengaruh Hegellian ia sebut dengan ”Dialektis”,
berbeda dengan materialsme tradisional yang keliru dalam menilai penginderaan
sebagai sesuatu yang pasif, namun menurutnya pengideraan merupakan interaksi
antara subyek dan objek dan hal itu lebih mirip dengan instrumentalisme.[19]
POKOK-POKOK PEMIKIRAN KARL MARX
Materialsme,
Alienasi Agama dan Dialektika Sejarah
Dalam
menguraikan skema besarnya, Marx menemukan konsep kelas sosial atau dikenal
dengan istilah perjuangan sosial dan menghubungkannya antara pembagian kelas
sosial dengan beberapa tahap perkembangan ekonomi, dan ia mempercayai bahwa
perjuangan kelas sosial ini mengarah pada revolusi dan sekaligus akhir dari
perbedaan kelas.[20]
Pernyataannya ini terpengaruh oleh ungkapan Hegel seorang penganut idelaisme
yang mengatakan bahwa realitas mutlak sebagai roh (ide) yang absolute, seperti
apa yang disebut orang beragama dengan “Tuhan”.
Penalaran
Hegel yang absolute merupakan suatu wujud yang terus menerus berjuang untuk
selalu lebih sadar, dan lebih tahu akan dirinya, dan melakukan hal-hal tersebut
dengan menuangkan dirinya ke dalam bentuk dan peristiwa material. Akan tetapi
keumuman yang ada bahwa setiap yang actual tidak pernah sepenuhnya menangkap
yang ideal, maka bentuk material selalu tidak memadai, atau dalam bahasa Hegel,
“Alien” (asing) bagi roh (Ide). Sehingga setiap realitas material tidak
pernah memiliki sifat-sifat yang dikehendaki oleh sesuatu yang absolut (Idea),
oleh karenanya peristiwa yang terjadi dalam dunia material (Hegel menyebutnya “Tesis”)
maka roh mengadakan peristiwa sebaliknya “Antitesis” yang mencoba untuk
mengoreksinya. Resolusi antara keduanya dipecahkan oleh peristiwa yang ketiga yakni
“Sintesis” yang mencampurkan elemen dari keduanya. Namun hal ini hanya
sekedar untuk menjadi tesis baru bagi rangkaian oposisi resolusi yang lainnya.
Dalam
penalarannya, Hegel menyebutkan semua yang terjadi di dunia ini muncul dalam
bentuk rangkaian pergantian yang besar yang disebut dengan “Dialektika” yang
memberi dan mengambil roh dalam alam dan sejarah. Di dalamnya, yang absolute
mengalienasikan dirinya secara tak memuaskan dalam suatu bentuk material, lalu
mersepon yang lain dan akhirnya mengombinasikan danmengungguli keduanya dengan
yang lain lagi. Semisal pada abad peradaban kegelapan sebagai tesis, lambat
laun akan memunculkan perdaban baru yang disebut abad resnaisance antithesis,
maka keduanya menggabungkan dirinya menjadi suatu kekuatan baru yang
disebut sintesis.
Keterangan
di atas telah membuktikan bahwa Marx menolak idealisme Hegel mengenai dunia
dapat berkembang menurut rumusan dialektis berdasar entitas mistis yang disebut
ruh, namun tidak menolak konsep alienasi maupun ide bahwa sejarah
berjalan terus melalui suatu proses konflik yang luas. [21] dalam
dialektika Marx tidak memiliki kualitas ruh seperti halnya Hegel melainkan
pengggerak dunia kekuatannya berada pada materi, dan bukan ruh. Namun materi
dalam konteks Marx merupakan materi yang bersifat unik dan bukan materi yang
didehumanisasikan oleh para atomis, hal ini mengisyaratkan bahwa kekuatan
penggerak dunia adalah manusia dalam hubungannya dengan materi yang bagian
terpentingnya adalah cara produksinya. Maka hal tentang ini menjadi dasar
materialism Mark dalam prakteknya menjadi ilmu ekonomi.
Apa
yang ada dalam sebuah agama, Tuhan selalu mendapat tempat yang mulia dan tempat
sebagai pujian dan pemujaan yang pantas bagi manusia. Tentu saja hal ini
menggiring manusia untuk menyerahkan kepentingan dan nafsu individualnya kepada
kepentingan dan nafsu para raja atau elite yang berkuasa. Lanjut Marx
menjelaskan keadaan yang demikian bukan karena adanya Tuhan atau orang yang
pantas disebut dengan raja, tetapi lebih disebabkan karena sesuatu yang
fundamental menurut cara berfikir manusia dan mengalienasikan dirinya dalam
perasaan yang memisahkan batin dari sifat dasar manusia sebagaimana seharusnya.
Sehingga
pengertian alienasi dimaksudkan sebagai upaya mengeluarkan sesuatu dari
dirinya apa yang ada dlaam dirinya dan merupakan esensi , kemudian mengelurkan
hal itu sebagai sesuatu yang berlainan dengan hakikat tersebut sebagai suatu
realita yang sekaligus bersifat asing dan melawannya. Pengamatan yang dialkukan
Marx pertama-tama adalah membagi masyarakat ke dalam dua kelas yakni borjuis
(kelas pengusaha/ pemilik modal dan menengah) dan Proletar (Pekerja/ Buruh),
yang jelas berbeda dengan Hegel yang menganggap bangsa sebagai kendaraan
gerakan dialektis.
Konsep
alienasi yang dirumuskan Marx bermula dari fakta ekonomi yang ada di masanya
seperti yang tertulis dalam bukunya Das Kapital. Dalam beberapa
literatur Marx mencoba mengurangi penggunaan alienasi sebagai bentuk
keterasingan dengan alasan kekhawatiran akan pudarnya nilai substansi dari
makna alienasi itu sebagai akibat banyaknya para filusuf yang menggunakan kata
tersebut sebagai konsep mereka yang jauh berbeda dengan apa yang Marx
maksudkan.
Pandangan
tentang alienasi tidak dapat dilepaskan dari kritik Marx terhadap Ludwig
Feurbach. Dalam kritiknya itu Marx lebih kongkrit menyebutkan dimensi utama
keterasingan, yaitu :
1.
Para buruh dalam kapitalisme industry diasingkan dari
produksinya yang “ada di luar dirinya secara mandiri sebagai sesuatu yang
asing bagi dirinya dan bahkan sebagai objek yang menentang dirinya sendiri”. Produksi
bukanlah miliknya melainkan melainkan dimanfaatkan oleh orang asing sebagai
milik pribadinya.
2.
Sistem kapitalis mengasingkan manusia dari aktivitasnya.
Altivitasnya tidak dipaengaruhi oleh kepentingan pribadi namun sesuatu yang
dikumpulkan untuk tetap hidup, degan kata lain Marx menjelaskan bahwa buruh
hanya merasakan dirinya dari luar pekerjaannya sendiri dan dalam pekerjaannya
di amerasa di luar dirinya.
3.
Masyarakat mengasingkan buruh dari kualitas penting manusia
(teralienasi dari potensinya sebagai manusia sejati), keadaan seperti ini
disebabkan kapitalis mereduksi kepentingan manusia it uke dalam tingkat buruh.
4.
Alienasi adalah “Pemisahan manusia dari dirinya” (Teralienasi
dari pekerja).
Keterasingan
dalam penuturan Mark akan terjadi jika semakin banyak modal terkumpul untuk
kepentingan kapitalis, dan semakin miskin pula si Buruh akibat hasil
eksploitasi si kapitalis terhadap produksi yang telah dilakukan buruh. Analisis
Marx terhadap prose produksi materi manusia terdiri dari tiga komponen atau
factor yaitu kondisi produksi, kekuatan produksi dan hubungan produksi dengan
lingkungan.
Dalam
memahami alienasi, sangatlah penting melihat kerja ekonomi setiap harinya
bagi yang setiap orang yang hidup
melalui kegiatan yang disebut dengan kerja. Kerja merupakan aktifitas bebas
manusia melawan alam, dimana kerja harus bersifat kreatif, bervariasi, karya
dan memuaskan suatu ekspresi seluruh kepribadian. Namun fakta yang terjadi
berbeda, alienasi muncul atas asumsi orang yang menganggap bahwa produksi dan
kerja sebagai suatu benda yang terlepas. Dengan kata lain manusia hanya
memperdagangkan benda yang mereka ciptakan yang pada akhirnya manusia menemukan
penderitaan riil dari kondisi yang mereka terima.
Begitu
pula dengan pengaruh Hegel yang yang menjadi warna tersendiri dan dasar bagi
pemikiran Marx tentang dialketisnya terhadap perosalan ruh dan materi yang
memberikan kesimpulan bahwa feodalisme (pemilik tanah), kapitalisme (pengusaha
industri) dan Sosialisme (Buruh) adalah perbedaan kelas yang harus di gebrag
melalui aktifitas revolusioner baru.
EKSPLOITASI
DAN NILAI LEBIH
Eksploitasi dan dominasi menurut Marx
merupakan distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang tidak seimbang yang lebih
menguntungkan kaum feodal dan kapitalis ditimbang potensi buruh yang
dieskplitasi. Oleh karenanya Marx mendefinisikan nilai lebih sebagai perbedaan
antara nilai upah yang diterima buruh dan nilai dari apa yang mereka hasilkan.
Artinya perbedaan upah yang dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produksi
hasil kerja kaum buruh yang biasa dijual kaum kapitalis untuk kepentingan kaum
kapitalis.
Teori eksploitasi, kelas buruh dipaksa
didagangkan dalam bursa pasar tenaga kerja untuk nilai upah yang berlaku. Kaum
kapitalis mengeksploitasi buruh dengan menjual hasil prosuksi buruh dan bayaran
yang diterimanya melebihi upah yang diterima kaum buruh. Kapitalisme merupakan
sistem eksploitasi, sehingga kaum kapitalis berusaha mengambil keuntungan
secara besar dengan mengupah buruh sesuai rata-rata. Namun teori ekspoitasi
Marx mendapat kritikan serius yang mengatakan bahwa Marx telah melupakan teori
tentang eksploitasi dari persoalan biaya yang dikeluarkan kaum kapitalis kepad
akaum buruh.
Ketentuan yang berlaku menerangkan
bahwa nilai sesuatu yang dibuat atau ingin dibeli ditentukan okeh kerja yang
dibutuhkan. Sehingga kesenjangan yang terjadi menyebutkan bahwa pemilik modal
lebih mementingkan keuntungan, sementara buruh harus menghasilkan barang yang
cukup bernilai untuk mendapatkan gaji guna membiaya kehidupannya.
Dorongan produksi yang besar dari
pekerja, menimbulkan konflik baru, produksi capital yang berlebihan, pekerja
dan mesin produksi bekerja lebih banyak untuk dijual. Dalam keadaan yang tidak
menguntungkan ini para pemilik modal menempuh jalan mengurangi produksi dengan
demikian mengakibatkan periode krisis ekonomi yang ditandai dengan pemberhentia
smenetara terhadap para buruh. Dan hal ini menjadi landasan konflik sosial dan
akan membawa kapitalisme pada kehancuran.
LANDASAN DAN BANGUNAN ATAS
Bagi Marx, bahwa inti dari sejarah
adalah perjuangan kelas, suatu konflik yang dikontrol dari bawah oleh realitas
kehidupan ekonomi yang sulit. Maka Marx membedakan bangunan bawah yang disebut
dengan “Landasan” yaitu masyarakat dan masyarakat bangunan atas “Superstruktur”.
Dan hal ini menimbhulkan pembagian kerja, perjuangan kelas dan alienasi
manusia.
Dalam literatur sejarah disebutkan
bahwa setiap Negara ada untuk mewakili keinginan kelas yang berkuasa, kelompok
yang dominan. Maka dalam kehidupan masyarakat dibangun prinsip kepemilikan
pribadi dan akan melegistimasikan hukum secara jelas terhadap pencuri yang
hendak merampasnya. Meskipun banyak upaya yang dilakukan teolog, filusuf dan
guru moral untuk mengontrol orang miskin agar dapat membedakan baik dan buruk,
maka realitas ekonomi di suatu masa terjadi penghilangan perbedaan kelas.
Banyak kasus yang menjasi hiasan dalam
perjuangan kelas, semisal di Inggris pada abad 17 kaum kapitalis melakukan
mendorong kaum menengah untuk menentang kekuasan politik raja yang mapan
sehingga terjadi revolusi yang membahayakankeberlangsungan Negara di saat itu.
Ini merupakan bukti bahwa perjuangan kelas masyarakat masih belum dikatakan
berhasil sampai tujuan itu terwujud.
KRITIK TERHADAP AGAMA
Mark tidak mencurahkan perhatian
khusus terhadap agama, hal itu disebabkan karena bagi materialism histroris ,
agama dinyatakan sebagai keadaan radikal mansuai yang menjadi sebuah korban
ekonomi. Maka agama akan lenyap begitu saja manakala keadaan buruk yang melanda
manusia berakhir.
Kritik Marx terhadap gagasan tentang
Tuhan serta agama sebenarnya merupakan penunjukkan secara kongkret menjadi
syarat-syarat timbulnya gagasan serta akibat-akibat yang merugikan. Agama dan
gagasan tentang Tuhan dipandang sebagai fenomena dan fakta yang perlu
ditentukkan sebab-akibatnya dikarenakan hal ini masih termasuk ke dalam
maerialsme dilaketis dan historis.[22]
Materialsme dialektika pada hakikatnya
berada dalam pengaruh suatu ketegangan intern yang tiada henti-hentinya
melompat dari suatu keadaan ke keadaan yang lain yang berlawanan, kemudian
kesuatu sintesis yang menatur pada sebuah tingkat lebih tinggi pula, dan tanpa
pernah menemukan keseimbangan yang definitif. Kondisi material yang menentukan
Hegel adalah ungkapannya mengenai hidup itu lebih dari hanya suatu kegiatan fisiko-kimia
saja, kesadaran adalah lebih dari hanya sesuatu kegiatan biologis.
Dalam materialsme historis, sejarah
sebagaimana seluruh proses terjadinya suprastruktur itu telah disyaratkan dan
ditentukan oleh fenomena dasar yang langsung berhubungan dengan kegiatan paling
materi yaitu fenomena ekonomi. Oleh karenanya manusialah secara hakikat
menciptakan dirinya sendiri dengan menghasilkan sarana-sarana kehidupan, maka
dengan kata lain fenomena yang terjadi dalam agamapun hanya merupakan pantulan
dan perubahan ekonomi.
Marxisme berpotensi untuk menerangkan
kesadaran ini dengan factor ekonomi telah menimbulkan pembagian kelas dan
pertentangan di dalamnya. Dengan demikian manusia merasa dirinya terpecah
bahkan terasing dari kodratnya sendiri. Gagasan tentang Tuhan merupakan suatu
proyeksi mistis dan oengasingan yang mewujudkan kesengsaraan kelas yang
tertindas, dan merupakan alat kelas yang berkuasa untuk melanjutkan
dominasinya.
Agama merupakan kesadaran dan perasaan
diri bagi manusia ketika ia belum berhasil menemukan dirinya dan ketika ia
sudah kehilangan dirinya. Namun manusia itu bukan suatu makhluk yang abstrak yang
bercokol di luar dunia, melainkan manusia berada dalam dunia manusia, Negara
dan masyarakat Kesengsaraan yang terjadi pada manusia merupakan kesengsaraan
religious yang nyata sekaligus sebagai tindakan prortes terhadap kesengsaraan
nyata itu sendiri. Agama adalah keluhan makhluk tertindas, jiwa suatu dunia
yang tak berkalbu, sebagaimana ia merupakan roh suatu kebudayaan yang tidak
mengenal roh. Sehingga Marx menyatakan bahwa agama sebagai candu rakyat.[23] Agama
bukan saja sia-sia , tetapi juga merugikan. Ia merampas banyak kodrat dan
martabat manusia dan mengalihkannya kepada suatu makhluk khayalan. Bahakn
lebih-lebih agama merendahkan derajatnya dengan memberikan perasaan dosa pada
manusia itu sendiri, dengan mengajarkan kerendahan hati pada agama, dengan
membuat dirinya hina dihadapan dirinya sendiri, alih-alih lebih merugikan lagi
Mark menjelaskan bahwa agama memberikan hiburan palsu . maka oleh karena itu, Marx
menerangkan penghapusan agama sebagai suatu kebahagiaan sejati.
Kritik yang dilakukan Marx tehadap
agama pada asasnya adalah kritik terhadap “Lmebah air mata” yang
mahkotanya adalah agama.[24] Agama
adalah ilusi semata, dan sebetulnya agama ditentukan oleh ekonomi sehingga
tidak ada gunanya untuk mempertimbangkan setiap doktrin atau kepercayaannya
demi manfaatnya sendiri. Kepercayaan manusi terhadap agama berawal dari
kritisisme yang irreligious yaitu manusia membuat agama tetapi agama tidak
membuat manusia. Terlebih agama telah mengambil sifat-sidat ideal moral dari
kehidupan manusia yang dasar dan secara tidak wajar memberikannya kepada suatu
wujud asing dan khayalan yang disebut dengan Tuhan. Bahkan agama dianggapnya
terasa merampas kebaikan individu manusia dan memberikannya kepada Tuhan.
Alienasi dalam agama sebenarnya hanya
merupakan ekspresi dari ketidakbahagiaan yang lebih dasar yang selalu bersifat
ekonomi. Pertanyaannya mengapa eksistensi agama semakin terus “bercokol”?
jawabannya adalah karena agama telah memperhatikan kebutuhan manusia yang
teralienasi. Bahkan Marx mengatakan agama adalah keluh kesah makhluk yang tertindas dan merupakan ekspresi
penderitaan ekonomi yang lain sekaligus protes melawan penderitaan yang riil.
Agama ibarat narkotik yang
menghilangkan rasa sakit yang diderita orang yang dieksploitasi dan mengenai
dunia supranatural di masa segala kesedihan berakhir, secara penderitaan
menghilang. Agama menghilangkan pandangan terhadap Tuhan, padahal semestinya
diarakan pada ketidakadilan fifik dan materi mereka, yang pada akhirnya agama
adalah tempat pelarian kaum tertindas.
Agama seperti halnya sebuah ideologi,
merefleksikan sesuatu kebenaran namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa
melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka disiptakan oleh sistem
kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Mark menjelaskan dirinya
tidak menolak kehadiran agama, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung
ilusi-ilusi agama.[25]
PENUTUP
Seperti yang telah dikemukakan di awal
makalah, bahwa ide juga pemikiran Karl Marx tentang agama adlaah serupa dengan
freud dan Durkheim, yaitu penjelasan fungsional, penjelasan yang menarik dari
Marx bukanlah isi kepercayaan agama bukan pula apa yang dikatakan tentang
kebenaran sebuah agama dan Tuhan, Surga dan teks suci akan tetapi meryupakan
peran kepercayaan dalam perjuangan kelas sosial. Marx sependapat dengan
pernyataan Taylor dan Frazer yang mengatakan bahwa agama adalah takhayul yang
mengada-ada . pendekatan Marx dalam hal ini lebih mirip seperti yang dilakuakn
Durkheim yaitu pendekatan kepada kelompok bukan individual seperti yang
dilakuakn freud.
Penjelasan agama bukan sekedar
penjelasan fungsional tetapi juga mengandung reduksionis yang agresif,
kecenderungan dari seluruh cara berfikirnya adalah untuk selalu menggambarkan
agama sebagai efek , ekspresi, gejala dari sesuatu yang lebih rilldan
substansial yang terletak di bawahnya.
Dilain hal, Marx yang menempatkan kaum
proletar sebagai subyek perubahan temapknya bersebrangan dengan realitas mereka
yang justru menarik diri dari perjuangan transformasi sosial, dan hal ini
dikuatkan dengan fakta bahwa para intelektual justru mengisi ruang yang
ditinggalkan proleriat Dan mensubtitusikan aktivitas untuk perjuangan kelas. [26]
Di sisi lain Marx melihat sisi ekonomi
sesuatu yang dikenadarai produksi dab mengabaikan aturan konsumsi, hal ini akan
menggring pada persoalan efisiensi dan pemotongan upah yang akan mengarah pada
proletarianisasi, peningkatan alienasi dan meruncingnya konflik kelas. Namun
hal ini bisa dikritisi bahwa pusat aturan konsumsi di dalam ekonomi modern
mendorong bebrapa kreativitas dan usaha, sehingga hal ini menunjukkan adanya
jenis pekerjaan yang bergantung pada gaji yang tidak menyebabkan alienasi.
Demikian kiranya pemaparan singkat
yang dapat disampaikan, semoga keberadaan agama hari ini dapat memberikan
kontribusi riil yang signifikan terhadap kemajuan peradaban dan dalam
menjalankan perjuangannya sebagai institusi kekuatan yang supranatural membela mustadz`afin
serta memberikan pencerahan-pencerahan spiritual bagi mereka yang ingin
mengenal diri dan Tuhan-Nya.
الحمد لله رب العالمين
BIBLIOGRAPHY
Goodman,
J. Douglas. & George Ritze. 2009. Teori Sosiologi; dan teori sosiologi
klasik sampai perkembangan
mutakhir teori sosial Postmodern. Terj.
Nurhadi. Kreasi Wacana. Yogyakarta
Jurnal
Universitas Paramadina Vol.1 No.2. Januari 2002
L.
Pals, Daniel. 2001. Seven Theories of Religions; Dari Animisme E.B. Taylor,
Materialsm Karl Mark, hingga
Antropologi Budaya C.Geertz, Terj.
Ali Noerjaman. Qalam. Yogyakarta
Lavine,
T.Z. 2003. KOnflik Kelas dan Or99ang yang Terasing. Jendela. Yogyakarta
Leahy,
Louis. 1992. Aliran-aliran besar Atheisme, Tinjauan Kritis. Kinisisus.
Yogyakarta
Magnis,
Frans. & Suseno. 1988. Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern. Gramedia.
Jakarta
Russel,
Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat; kaitannya dengan Kondisi
Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga
Sekarang. Terj.
Sigit Jatmiko. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
[1] Disampaikan pada saat
presentasi kelas pada mata kuliah Teori Agama-Agama di PPS UIN SGD Bandung,
Dosen pengampu Dr. Abdul Syukur, MA
[2] Daniel L. Pals, Seven
Theoris of Religions “Dari Animisme E.B. Taylor, Materialism Karl Marx, hingga Antropologi
Budaya C.Geertz”, Terj. Ali Noerjaman (Yogyakarta; Qalam, 2001), Hlm. 242
[3] Masyarakat menurut Marx dibagi
menjadi empat tahapan, Pertama mayarakat tradisional (Komunisme
Primitif) sebagai bentuk masyarakat awal yang sederhana, dimana untuk memenuhi
kebutuhan hidup dilakukan dengan cara berburu dan nomaden. Kedua masyarakat
feodal yaitu suatu konidisi masyarakat yang sudah mengenal kepemilikan pribadi
sebagai modal untuk mendapatkan keuntungan besar dari kepemilikannya itu
sehingga pada bentuk masyarakat ini mengalami ekploitasi oleh pemilik modal. Ketiga
masyarakat kapitalisme yang memperkenalkan aktivitas komersial/ motif
mencari keuntungan dalam skala besar oleh kamum borjuis atas perolehan usaha
dari kaum proletar. Keempat masyarakat sosialisyang mencoba untuk
menghapus eksploitasi oleh kaum borjuis melalui revolusi sosial melalui
penggorganisasian dan gerakan buruh. Kelima masyarakat komunis
modern, dalam sistem sosialsi ini hanya merupakan transisi karena masih
menyembunyikan kepentingan antara penguasa dan rakyat yang digiring untuk
menjadi bagian dari masyarakat yang humanis. Lihat T.Z. Lavine, Konflik
Kelas dan Orang yang Terasing,(Yogyakarta; Jendela, 2003), Hlm. 17
[4] Ibid., Daniel L. Pals, Seven
Theories …, Hlm. 209
[5] Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 207
[6] Ibid., Hlm. 211
[7]
Ibid.
[8] Ibid., Hlm. 216
[9] Ibid.
[11] Treves merupakan daerah yang
terpengaruh oleh Perancis selama revolusi dan era napoleon, dan jauh lebih
berpandangan cosmopolitan. Lihat Bertrand Russel. Sejarah Filsafat Barat;
kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang, Terj. Sigit
Jatmiko, ((Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1019
[12] Univeristas berlin merupakan
pusat ilmu pengetahuan tempat dimana berkumpulnya sarjana, pejabat pemerintah
dan intelektual sekaliber George Friedrich von Hegel (1770-1831), seorang
intelektual yang mendominasi pemikiran
di kampus tersebut sehingga banyak pemikirannya yang mempengaruhi Marx. Ibid., Daniel L. Pals, Seven Theories …, Hlm. 211
[14] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah
Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1019
[15] Ibid.
[16] Suseno, Frans Magnis. Etika Politik ,
Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. (Gramedia, Jakarta: 1988 ), Hlm. 34
[17] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah
Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1018
[18] George Ritzer & Douglas J.
Goodman, Teori Sosiologi, Dan Teori sosiologi klasik sampai perkembangan
mutakhir teori sosial Postmodern, Terj. Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi
Wacana,2009), hlm. 50-51
[19] Ibid.,Bertrand Russel. Sejarah
Filsafat Barat;…, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007), Hlm. 1020
[22] Louis Leahy, Aliran-aliran
besar Atheisme, Tinjauan kritis, (Yogyakarta, Kanisisus, 1992), hlm. 96-97
[23] Ibid., hlm. 98
[24] Ibid., hlm. 99
[25] Ibid.,George Ritzer
& Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi,…Hlm. 24
[26] Ibid.,Hlm.75-76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar