Budha; Terbangun
dalam Tidur Panjang
Oleh : Muhamad Ridwan Effendi [1]
ABSTRAKSI
Salah satu pengalaman keagamaan
Siddharta Gautama yang kemudian disebut Buddha adalah kesanggupannya membawa
pengaruh pribadi ke persoalan sosial sehingga dengan demikian mampu merubah
kondisi sosio-masyarakat yang justru dalam keadaan penuh dengan penderitaan
menuju kebahagiaan sejati melalui pengalaman pendirinya sendiri. Dan hal terpenting adalah bahwa dalam
beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak mengenal Tuhan, dan ini
membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan bahwa ia
tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha adalah
agama karena memiliki sistem kepercayaan. Tidak dapat dipungkiri kebenarannya,
bahwa agama Buddha smerupakan salah satu agama besar yang berpengaruh di dunia.
Untuk dapat memahami ajarannya diperlukan gambaran tentang agama Buddha yang dalam
perkembangannya terbagi menjadi dua aliran pokok, Theravada dan Mahayana yang
secara prinsip berbeda dalam geografis, ajaran doktrinal, praktik-praktik yang
spesifik dan apa yang dijadikan sebagai kitab suci yang otoritatif. Penelitian ini penulis cenderung menggunakan
pendekatan deskriptif-naratif dan mengasumsikan bahwa agama sebagai salah satu
motivasi untuk bertindak seperti yang dilakukan Gautama.
KATA KUNCI
ü Buddhisme adalah ajaran yang dibawakan
oleh Siddharta Gautama ketika selesai semedi di bawah pohon Boddhi (asal
kata Buddha yang berarti terbangun),
ü Reinkarnasi merupakan peristiwa
berpindahnya jiwa dari satu jasad ke jasad yang lain setelah mengalami
kematian,
ü Tripitaka merupakan kitab agama Buddha,
adalah kata Tripitaka itu sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti
tiga bakul,
ü Theravada dan Mahayana Buddha
merupakan sekte besar dalam agama Buddha.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Cerita sentral dalam Buddhisme
adalah cerita kehidupan Siddharta Gautama, atau lebih khusus lagi cerita
tentang usahanya untuk mencapai pencerahan (Buddha yang berarti orang
yang mendapat pencerahan), ia mencapai pencerahan dan ajarannya dirancang
secara praktis untuk membantu orang lain mencapai pencerahan. Keadaan
pencerahan (Nirvana dalam bahasa sanskerta atau Nibbana dalam
bahasa Pali) mempunyai ciri-ciri yang beraneka ragam, akan tetapi banyak yang
menyebutkan sebagai hilangnya kedirian atau menjadi transenden. [2]
Agama Buddha lahir
dan berkembang pada abad ke-6 SM atau (563-483 SM). agama ini bermula muncul
dari pemberian nama seorang pembangunnya yaitu Siddharta Gautama Sakyamuni,
yang kemudian dipanggil Buddha karena mendapatkan pencerahan selama melakukan meditasi di bawah pohon Boddhi.
Panggilan Buddhanya ini mulai melekat ketika sedang berkhalwat dan
meditasi dalam rangka mencari kebenaran untuk membebaskan manusia dari
penderitaan.
Pada mulanya Siddharta ingin
memberikan pencerahan dan pembebasan atas penderitaan yang dialami oleh setiap
manusia, ini diawali ketika ia melakukan perjalanan keluar istana bersama
pengawalnya yang secara kebetulan mendapat teka teki kehidupan ketika menemui
kejadian-kejadian yang merubah paradigma ideologi Siddharta yang jauh dan sulit
di temukan di dalam istana. Sehubungan ia adalah pangeran, putera dari seorang
Raja Suddhodhana dari kerajaan Kavilawastu dari keturunan suku Sakya yang telah
terbiasa dengan kehidupan bermegah-megahan, maka ia secara diam-diam melakukan
perjalanan keluar istana tanpa sepengetahuan sang ayah.
Kejadian selama
perjalanannya itu kemudian membuat dirinya resah dan bingung serta mampu
merubah konsepsi cara berkehidupan Siddharta yang hendak keluar dari cara hidup
berpoya-poya seperti di istana. Dan tidak lama berselang setelah itu, ia pun
berniat untuk menekuni akan pertanyaan teka-teki kehidupan selama perjalanannya
yang merasa bahwa kendati pun ia hidup dalam gelimang harta dan kerajaan namun
pada akhirnya ia pun akan mati tidak membawa apa yang ada di dalam istana.
Sekiranya itulah hal
mendasar yang membuat Siddharta untuk pergi tanpa pamit kepada anak, isteri dan
ayahnya untuk mencari kebenaran atas teka-teki kehidupan itu. Kepergiannya
telah memberikan jawaban atas apa yang telah diramalkan oleh kaum Brahma tentang
penerawangan masa depan Siddharta Gautama yang jika ia pergi dari keduniawian
maka ia akan menjadi orang yang tercerahkan dan menolong membebaskan manusia
dari penderitaan hidup. Siddharta pergi ke hutan untuk melakukan meditasi
selama bertahun-tahun lamanya, dan pada akhirnya ia berhasil menjadi seorang Buddha
ketika melakukan langkah Yoga seperti yang telah diajarkan oleh Guru
Yoga.
Dari semenjak itulah,
panggilan Buddha melekat dari dirinya karena telah mendapatkan
pencerahan rohani dan untuk memberikan jawaban atas teka-teki yang dialaminya
dahulu sewaktu masih tinggal di dalam istana. Buddha pun menyebarkan
ajarannya sesuai perintah dewa Brahma untuk menolong manusia dan membebaskannya
dari penderitaan.
Selama Buddha berkiprah
ajarannya telah tersebar luas ke pelosok negeri di India, sampai tiba waktu
azal menjemput ajarannya masih ada sampai yang kita rasakan saat ini. Akan
tetapi, pasca Buddha meninggal, muncul permasalahan baru terkait tindak
lanjut ajarannya yang kemudian banyak
ditafsirkan oleh pengikutnya dan melahirkan dua kekuatan besar sebagai kelompok
yang benar dalam memahmi ajaran Buddha. Kelompok besar itu adalah Buddha
Mahayana dan Buddha Theravada.
Dua mazhab Buddha ini
senantiasa telah memberikan warna tersendiri dalam perkembangan literatur agama
Buddha, karena keduanya telah memberikan interpretatif atas penafsiran ajaran
Buddha yang begitu luas dan sulit untuk dipahami dengan logika sederhana
sekalipun pengikutnya sendiri. Hal ini hanya diketahui secara pasti maknanya
adalah Buddha itu sendiri yakni Siddharta Gautama Sakyamuni.
Namun yang terpenting
adalah bahwa dalam beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak menegnal
Tuhan, dan ini membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan
bahwa ia tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha
adalah agama karena memiliki sistem kepercayaan. Buddha merupakan sosok
yang mengaktualisasikan pengalaman keagaamaannya menjadi bagian ontologis dalam
memahami hidup yang kemudian di perluas menjadi pendekatan sejarah.[3]
Metodologi Penelitian
Kasus yang dijadikan
bahan penelitian dalam karya ini terjadi dalam ruang lingkup sosio-kultur
masyarakat Buddha pada umumnya, oleh karenanya dalam penulisan karya ilmiah ini
penulis lebih memfokuskan pada studi fenomenologi keagamaan dengan pendekatan
deskriptif-naratif di mana agama dijadikan sebagai faktor asas pengalaman
keagamaan seseorang dan sebagai motivasi untuk bertindak.[4] Dan untuk
itu, penulis mencoba menguraikannya dengan sistematis agar layak dijadikan
sebagai karya ilmiah sesuai standar baku yang telah ditentukan.
Kajian Pustaka
Dalam penulisan karya
singkat ini, penulis berupaya mencari sumber pustaka yang sekiranya relevan
dengan kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul pada masa kini. Sumber
referensi yang penulis gunakan adalah buku-buku terkait persoalan agama Buddha
pada khususnya dan studi fenomenologi melalui media massa sebagai sumber
referensi sekunder.
Di samping itu, pun
penulis merujuk pada referensi beberapa pemikiran tentang agama seperti halnya
Cak Nur, Sigmund Freud, Erich Fromm dan Thomas F. Odea dan lain sebagainya
untuk mendapatkan inspirasi pengetahuan keagamaan penulis. Akan tetapi yang
terpenting dalam hal ini adalah bagaimana teori-teori tentang agama Buddha
tersebut mampu dipahami secara tepat.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan fokus pembahasan di atas, Agama Buddha merupakan suatu
agama besar yang ada di dunia ini dan oleh karenanya sangatlah tepat untuk
dipelajari awal kemunculannya sampai perkembangan dewasa ini. Dengan demikian,
maka penulis memberikan batasan rumusan masalah yang akan diteliti yaitu
sebagai berikut :
1.
Bagaiamana awal
kemunculan Agama Buddha dilihat dari faktor kesejarahannya?
2.
Apa bentuk dan
sistem ajaran atau kepercayaan dari Agama Buddha tersebut?
3.
Bagaimana perkembangan
agama Buddha dalam masa sekarang ini ?
PEMBAHASAN
Sisi kehidupan Siddharta Gautama; Orang yang terbangun dari tidurnya
Berbicara Budha tidak
akan lengkap dan menarik perhatian kita selain mengutarakan sosok yang memiliki
pengaruh besar akan ajarannya yang mampu memberikan doktrin keagaamaan terhadap
kehidupan ummat manusia di dunia, terutama bagi mereka yang menjadi pengikut
setia atau Buddhist. Siddharta Gautama, itulah nama yang sangat melekat
dalam kehidupan ajaran dari agama Buddha.[5] Siddharta
Gautama merupakan seorang pangeran sekaligus putera dari seorang Raja
Suddhodhana dari kerajaan Kavilawastu yang terletak di wilayah Nepal dan Bhutan
sekarang menjadi Sikkim,[6] beliau
terlahir dari kasta Kshatria dan bukan dari kasta Brahmana tepatnya pada
sekitar tahun 560 SM di India Utara sekitar seratus mil dari Benares yang
terletak di baian India Timur.[7]
Siddharta Gautama Sakya,
itulah nama lengkapnya, Siddharta merupakan nama kecilnya, Gautama adalah nama
tuanya dan Sakya adalah nama marga keluarganya dari suku bangsa Sakya. Oleh
karenanya ia sering juga dipanggil dengan sebutan Sakyamuni yang
bermakna orang suci dari sakya.[8] Siddharta
adalah seorang Intelektual besar dan pusat spiritual dunia, dalam sebuah
legenda diceritakan tentang kelahirannya yang menyatakan bahwa Maya, Ibu Siddharta,
memimpikan seokor gajah putih masuk dalam rahimnya. Sepuluh bulan kemudian ia
melahirkan dan seketika itu bumi bergetar selama bulan Mei.[9]
Pangeran Siddharta
Gautama menjalani kehidupannya dengan penuh kemewahan di Istana dan diberikan
hak-hak istimewa oleh ayahnya yang merupakan seorang raja.[10] Dalam
sebuah legenda itu diceritakan pula bahwa ketika ia sudah berhasil melewati
masa Brahmacharya bagi kemestian di dalam agama Hindu, ia telah lulus
dengan baik sehingga memperoleh selempang suci (sacred-cord), yang
akhirnya memasuki masa berumah tangga (Grihasta), dalam legenda itu
disebutkan bahwa ia memiliki perawakan gagah. Dengan kesempurnaan jasmaninya
itu tak ayal banyak yang menyukainya, dan ketika ia berumur 16 tahun ia kawin
dengan seorang puteri cantik tiada bandingannya dari negara tetangga yang bernama Gopa atau Yasodhara dan dianugerahi
seorang putera bernama Rahula.[11]
Sebagai seorang pewaris
tahta orang tuanya, ia memperoleh kekuasaan dan kehormatan. Raja Suddhodhana
memang sengaja mempersiapkan pangeran Siddharta untuk menjadi pelanjut dari
kerajaan yang dipimpinnya dengan memberikan segala kemegahan kepada anak semata
wayangnya itu, hal ini dikarenakan guna mencegah apa yang telah diramalkan oleh
seorang ahli nujum tentang Siddharta.[12] Banyak
upaya yang dilakukan ayahnya itu agar ia menjadi seorang raja bahkan untuk
mewujudkan segala keinginannya itu, sang raja memberikan penjagaan yang ketat
terhadap Siddharta baik selama di dalam Istana maupun ketika ia berpergian
keluar istana.
Dalam ramalannya itu
disebutkan bahwa ia akan menjadi seroang yang luar biasa, namun karirnya
dilanda oleh suatu sikap keragu-raguan yang bersifat mendasar. Dalam ramalan
tentang karirnya, jika ia tetap hidup dalam dunia dengan segala kemewahan yang
dimilikinya ia akan menjadi seorang Cakrawati atau Raja Sejagat yang akan
menyatukan seluruh India dan akan menjadi penakluknya terbesar. Di lain hal,
jika ia meninggalkan hidup keduniawian ia tidak akan menjadi seorang raja,
tetapi seorang penyelamat dunia. Menghadapi pilihan ini, ayahnya bertekad untuk
membimbing puteranya itu menjadi seorang raja sejagat, sehingga pikirannya
digiring untuk cinta terhadap keduniawian dengan memberikan tiga istana dan
empat puluh gadis penari kepadanya, dan segala hajatnya harus dipenuhi.[13]
Walaupun memiliki
semuanya ini dalam usia 20-an ia merasakan suatu keresahan jiwa yang akan
mendorongnya meninggalkan seluruh kekayaan duniawinya itu. Dalam suatu masa,
pangeran Siddharta hendak berpergian keluar secara diam-diam yang hanya ditemani
oleh seorang kusirnya bernama Channa dan ia pun mengalami
kejadian penting yang akhirnya memunculkan rasa keresahan dan keraguan dalam
kehidupannya.[14]
Usaha Gautama Mencari Kebenaran dan Pencerahan Rohani
Ketika dalam
perjalanannya yang pertama, Siddharta bertemu dengan seorang yang tua, cacat,
ompong, rambutnya telah uban, pincang dan bungkuk, bersandar pada sebuah
tongkat, dengan badanya yang bergetar, dan pada saat itu Siddharta mengenal
kenyataan adanya usia tua.[15] Dan
dalam perjalanan yang kedua ia bertemu dengan seorang yang penuh dengan
penyakit terbaring dipinggir jalan yang tak tahu diri, kemudian dalam
perjalanan yang ketiga, ia bertemu dengan sesosok jenazah yang diringkan dengan
ratap tangis. Dan pada kesempatan perjalanan yang keempat, ia melihat seorang
fakir berkeliling (Sanyasin) dan atau rahib dengan kepala dicukur
gundul, memakai jubah berwarna kuning tanah sedang memegang sebuah mangkuk
derma, dan pada saat itulah ia belajar tentang edaran manusia yang penuh dengan
penderitaan dan bangkit keinginannya untuk memperoleh jawaban atas masalah itu
dan kemungkinan mengundurkan diri dari kehidupan duniawi ini.[16]
Pada suatu malam, ketika
ia berusia 29 tahun, ia mengambil keputusan untuk meninggalkan istananya untuk
menemukan pengetahuan akan kebenaran dan meninggalkan kehidupan mewah yang
selama ini dialaminya.[17] Ketika
hendak melakukan perjalanan ia mendatangi isteri dan anaknya yang sedang tidur
dan mencium kening puteranya secara diam-diam, lalu ia menyuruh Channa penjaga
setianya itu untuk menyediakan kuda putihnya yang besar dan kemudian
berangkatlah mereka berdua ke arah hutan rimba.[18] Setibanya
di hutan ia menyuruh pengawalnya untuk kembali ke Istana dan membawa pergi
kudanya untuk melaporkan hal kepergiannya, juga ia mencukur
rambutnya dan bertukar pakaian dengan pengwalanya yang mengenakan jubah kuning
dan tiada membawa bekal apa pun dan akhirnya ia pun pergi untuk mencari
penerangan rohani di hutan.[19]
Dari keempat pengalaman
yang telah dilaluinya ketika berpergian dari istana, di usia 29 tahun Siddharta
memantapkan niatnya untuk meninggalkan istana yang telah menjeratnya dan lebih
memenuhi panggilan untuk memahami dan merenungkan kebenaran yang akan dapat
mengatasi kesengsaraan manusia. Dan dalam usahanya untuk mencari kebenaran tersebut,
ia pun berontak terhadap keadaan yang pernah dilaluinya selama hidup di istana
dan lebih memilih untuk mengasingkan
diri.
Dalam rangkaian usahanya
itu, ia melewati tiga tahap.[20] Langkah
pertama yang dilaluinya adalah mencari dua orang Hindu yang paling terkemuka pada zaman itu untuk menggali
pikiran mereka mengenai kebijaksanaan tradisi Hindu yang amat luas itu, hal
terpenting yang telah ia pelajari adalah mengenai Raja Yoga dan mengenai
filsafat. Kemudian langkah kedua adalah bergabung dnegan sekelompok pertapa dan
mencoba mengalami kehidupan mereka secara langsung, dan dalam pertapaannya di
hutan itu, amatlah berat hidup yang dijalaninya termasuk menerima godaan Mara
(Iblis) dengan bermacam cara yang ada seperti halnya terpaan angin topan,
kegelapan yang pekat. Akan tetapi segala macam godaan yang dilakukan Iblis pun
sia-sia.
Ketika dalam masa
pertapaannya, ia mencoba mengikuti kebiasaan para petapa dengan menahan lapar
dan menyiksa badan. Sehingga Siddharta jasmaninya lemah dan daya pikirnya
menjadi tumpul, sampai Ia jatuh pingsan dan jika kelima temannya tidak ada di
dekatnya dan memberinya makan nasi hangat sudah dipastika akan meninggal.[21] Ketika
terjadi kejadian tersebut, pada akhirnya ia memilih untuk berhenti dari cara
bertapa yang sia-sia seperti itu karena tidak membawa pencerahan rohani dan
teman-temannya memandang ia telah gagal menjalani hidup ini.[22] Ketika
ia melepaskan dari pertapaannya, ia memiliki pandangan positif dalam filsafat
Gautama, yaitu asas jalan tengah, yaitu pandangan yang terletak di antara
pandangan ekstrem petapa dengan kemewahan hidup.[23] Dan
inilah konsep tentang hidup yang ditakar secara pasti, dimana tubuh hanya diberi
apa yang dibutuhkannya untuk hidup secara layak, baik makan maupun istirahat.
Kemudian langkah terakhir
adalah menggabungkan pikiran yang tegar dengan konsenterasi mistik menurut Raja
Yoga. Dan pada suatu malam sekitar bulan Mei 517 SM yang disebut sebagai
malam suci Ia duduk semabari berpikir di sebuah pohon ara yang kemudian
di kenal sebagai pohon Bo (Singkatan dari kata Bodhi atau penerangan
rohani), perenungannya itu berjalan dalam kurun waktu tujuh hari.[24]
Setelah banyaknya cobaan
yang telah dihadapinya, ia memahami bahwa semua manusia menderita dan akar
penderitaannya itu berasal dari keinginan kuat dan jika keinginan kuat itu
berhenti, maka penderitaan pun berhenti, pun juga ia mendapatkan tiga kali
pangggilan dari dewa tertinggi, Brahma, supaya membantu orang lain
menerima pencerahan. Dan ia pun bangkit dari pertapaannya dan hadir sebagai
sang Buddha. Segenap kegembiraan alam raya beserta isinya tertumpah pada
kebangkitan sang Buddha,[25]
sampai-sampai bumi pun bergetar dalam enam cara sebagai wujud kekaguman dan
sepuluh ribu gugusan bintang gemetar ketakutan sewaktu bunga-bungateratai
merekah di setiap pohon.
Selepas ia bangkit, ia
pun berangkat menuju kota Benares, tempat suci dan tempat ziarah bagi
orang Hindu. Pada suatu tempat bernama Sarnath, tidak begitu jauh dari Benares,
ia berjumpa dengan kelima rahib bekas temannya itu yang dipimpin oleh Kondanna
sampai berhenti di Taman Menjangan, dan disitulah ia menyampaikan khotbah pertamanya.[26] Selama
kurang lebih 44 tahun I amenjalankan titah Brahma untuk menyebarkan
ajarannya sambil mengembara dari satu kerajaan bersama rombongan muridnya,
termasuk keluarganya sendiri yang telah menganut ajarannya, mengembara sebagai
seorang rahib.[27]
Selama menjalani
pengabdiannya, dalam usia 80 tahun, kira-kira tahun 480 SM, beliau wafat di
rumah saudara sepupunya, Cunnda seorang pandai besi dan terbaring di
atas pangkuan muridnya, Anannda. Kata perpisahannya yang terakhir
berbunyi : “Kerontokan itu suara kemestian setiap susunan, ikhtiarkan
keselematan dirimu dengan rajin”.[28]
Perkataannya itu disampaikan kepada murid-muridnya yang agung dan bahkan sering
dijumpai dalam kitab-kitab Tripitaka, yakni Kassapa, Sariputta, Anannda,
Devadatta, Assaji, Mogallana, Ajatasattu, Anuruddha, Anathapindika, dan dari
pihak rahib perempuan ialah Visakha, Ambapali, dan banyak lagi yang lain
termasuk putera para Raja.[29]
Selama kurang lebih tujuh
hari tujuh malam, sebelum di hari ketujuh jenazahnya dibakar, banyak Raja-raja
dan rakyatnya yang melayad atau berta`ziyah melepas kepergiannya menuju
kehidupan Nirwana. Dan bahkan abu jasadnya dibagi Ananda kepada sepuluh
bagian dan satu persatu diserahkan kepada para Raja yang sewaktu dulu Buddha
pernah mengembara dan berdiam pada satu persatu kerajaan itu.[30] Dan
untuk mengenang perjuangan Buddha, para Raja pun membangun Stuppa yakni
Pagoda, guna menyimpan Abu jenazahnya yang dipandang suci. Namun lambat laun
berkembang kultus atas abu jenazahnya dan berlangsung pemujaan, dan hanya ada
satu Stuppa yang kini menyimpan abu jenazah asli Buddha yaiu Stupa
Bhattibrolu di wilayah Madras.
Empat Kebenaran Utama Buddha
Setelah Buddha mendapat
pencerahan dan mampu mengatasi cengkraman yang amat sangat ketika duduk di
bawah pohon Bo, akhirnya merumuskan langkah untuk memberikan pencerahan
kepada manusia dengan empat kebenaran yang dimilikinya. Buddha menerima
dan melanjutkan ajaran agama Brahma atau Hindu tentang Karma, yakni
hukum sebab akibat dari tindak laku di dalam kehidupan, dan ajaran tentang samsara
yang lahir berulang kali ke dunia sebagai lanjutan karma, dan ajaran
tentang Mokhsa yakni pemurnian hidup itu guna terbebas dari karma dan
samsara.[31]
Sekalipun ia mempelari
apa yang telah diajarkan agama Hindu, ia tetap mencar akar permasalahan
keseluruhannya itu dengan merumuskan jalan kebeneran mulia yang diantaranya
yaitu :[32]
1.
Sepanjang hidupnya manusia mengalami penderitaan
atau dukkha,
2.
Penyebab penderitaan adalah keinginan manusia yang
kuat akan hidup, kesenangan dan uang atau tanha,
3.
Menyingkirkan keinginan atau hasrat berarti
menyingkirkan penderitaan,
4.
Peniadaan itu dengan delapan jalan kebajikan, yakni
:
1)
Pengetahun yang benar (Samma ditthi),
2)
Kehendak atau berpikir yang benar (Samma
Sankappa),
3)
Perkataan yang benar (Samma Vacca),
4)
Perilaku yang benar (Samma Kammarta),
5)
Penghidupan yang benar (Samma Ajiva)
6)
Ikhtiar yang benar (Samma Vayyama)
7)
Ingatan, perhatian yang benar (Samma Satti),
8)
Renungan atau kontemplasi yang benar (Samma
Samadhi).
Konsepsi Atau Ajaran Buddha Yang Utama
Pandangan Buddha terhadap
kehidupan ini sulit dimengerti secara tepat seperti juga halnya dengan
pandangan tokoh lainnya dalam sejarah pemikiran manusia. salah satu perhatian
Buddha adalah perihal pengobatan terhadap penderitaan jiwa manusia dan
masalah-masalah pragmatis dan bukan masalah-masalah metafisik. Salah satu
ajarannya adalah tentang Kharma, Reinkarnasi, dan Nirwana.
Dalam persoalan Nirwana[33] sendiri,
bukanlah sebagai kata sifat melainkan
benar-benar ibarat api yang benar-benar padam. Nirwana memang tujuan tertinggi
jiwa manusia dan artinya memang pemadaman, yang dipadamkan adalah garis batas
diri manusia yang berhingga ini. Konsep Kharma dalam agama Buddha adalah
merupakan hukum sebab akibat dari tindak laku di dalam kehidupan. Sedangkan Reinkarnasi
adalah perpindahan jiwa sebagai bukti kesementaraan hidup di dunia, ini
dicontohkannya dalam perumpaan pindahnya api dari lilin yang satu ke yang lain.
Selain daripada itu,
dalam agama Buddha dikenal lima aturan yang merupakan pedoman mmoral yang harus
selalu diikuti oleh pemeluknya, diantaranya : [34]
1.
Tidak boleh membunuh dan merusak benda hidup,
2.
Tidak boleh mengambil barang yang tidak diberikan
kepadanya,
3.
Tidak boleh menyalahgunakan seks,
4.
Tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak pantas,
seperti berbohong,
5.
Tidak boleh menggunakan obat terlarang dan alkohol
karena semuanya ini akan mengganggu pikiran.
Kitab Suci Budha
Kitab
suci dalam agama Buddha disebut dengan Tripitaka.[35]
Selama berabad-abad ajaran Buddha di masa lalu tetap dijaga
keberadaannya dan dituturkan kembali kepada ummat Buddha oleh Sangha, yaitu
komunitas rahib Buddha.[36] Namun
ada perbedaan antara kitab Buddha, Theravada menggunakan bahasa Pali dan
Buddha Mahayana menggunakan bahasa Sanskerta sebagai bahasa pertama
India. Di atara kitab itu ialah sebagai berikut :[37]
1.
Sutta Pitaka, berisikan himpunan ceramah atau percakapan Buddha
dengan muridnya. Kitab ini terbagi menjadi berbagai Nikaya, dan
setiap Nikaya terbagi menjadi Sutta dan setiap Sutta terbagi
menjadi Vagga (Bab) yang ditujukan bagi kalangan awam,
2.
Vinaya Pitaka, berisikan Pattimokha, yakni
peraturan tata hidup setiap anggota biara (Sangha),
3.
Abidhamma Pitaka, berisikan analisis ajaran Buddha yang
meliputi proses pemikiran dan proses kesadaran, kitab ini diperuntukan bagi
lapisan terpelajar dalam agama Buddha. Salah satu bab paling terkenal
dalam kitab ini adalah himpunan Millinda Panha (Dialog dengan Raja
Malinda) dan Visuddhi Maga (Jalan Menuju Kesucian).
Sekte Budhisme
Selepas Buddha wafat,
900 orang muridnya berkumpul di Rajaghriha. Di situlah pembicaraan sari ajaran Buddha
atau Sakyamuni dirumuskan tentang ajaran pokok (Dhamma) dan
tentang peraturan beserta tata tertib (Vinaya) yang harus di taati
setiap Bikkhu dan Bikkhuni dalam amsyarakat biara (Sangha). Dalam
musyawarah besar ini dikenal dengan istilah konsili pertama dalam sejarah agama
Budhha, di mana di bahas tentang ajaran pokok Sakyamuni yang
diajarkan secara lisan sesuai tradisi kala itu. [38]
Satu abad kemudian,
sekitar abadi ke-4 SM, berlangsung musyawarah lagi di Vaisali yang disebut
dengan konsili kedua mengenai peraturan beserta tata tertib (Vinaya)
yang harus ditaati setiap rahib dalam masyarakat biara (Sangha). Dan pada masa ini mucul perselisihan yang
melahirkan dua aliran yaitu golongan konservatif yang menyebut dirinya Sthaviravadins,
yang pada masa belakangan lebih dikenal dengan aliran Theravada yang
bersikap mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni. Juga munculnya golongan
liberal yang memberikan penafsiran secara bebas atas ajaran Sakyamuni dan
menyebutnya dengan Mahasanghikas yang pada masa belakangan di kenal dengan
aliraan Mahayana. Dan dalam masa ini disusun empat himpunan baru di
dalam Sutta-Pittaka yang merupakan kitab berisikan percakapan Buddha dengan
muridnya.[39]
Ketika tahun 327 SM
terjadi penyerbuan Iskandar Makedoni dari Asia Tengah melalui Khyber Pass ke
dalam anak benua India telah memberikan pengaruh yang cukup besar, ini terlihat
dari seni pahat dan bangunannya. Sampai pada tahun 274 SM kaisar Asoka, cucu
Iskandar Makedoni, melepaskan agama Hindu dan mengumumkan agam resmi dalam
imperium India yaitu Agama Buddha. Dan pada akhirnya muncul konsili ketiga di Pataliputera
(Patna), ibukota imperium, atas anjuran Kaisar Asoka. Dan pada masa ini
disusunlah ajaran Buddha secara tertulis dalam bahasa Pali, yang terdiri dari
tiga himpunan yang kemudian disebut dengan Tripitaka.[40]
Banyaknya penafsiran bebas yang
dilakukan aliran Mahasanghikas telah memberikan dampak yang besar,
sehingga peranan rahib dikerdilkan dan kaum Brahmin banyak menjadi panasihat
kerajaan (Kanvas) atas permintaan Dinasti Suggha untuk menekan pengaruh Buddha.
Dan pada saat itulah awal tanda kemunduran agama Buddha yang cenderung diambil
oleh kekuasaan dari kerajaan. Akan tetapi ketika dinasti Suggha runtuh oleh
dinasti Kushana para rahib segera sadar dan semenjak itulah dilakukan konsili
keempat di kota Jalandra di wilayah Punjab (Pertemuan lima sungai) di bawah
sekte Sarvastivada, yaitu pecahan mazhab Theravada. Dan pada masa
inilah kitab Tripataka disalin ke dalam bahasa Sanskrit, bernama Agamas,
bersama isinya dengan Nikayas.
Begitupun Juga
pada masa ini agama Buddha terpecah menjadi dua mazhab besar yang tumbuh
sebelumnya yaitu Theravada atau Hinayana (Perahu kecil) yang
cenderung mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni.[41]
Dan Mahayana (Perahu besar) yang bersikap mempertahankan penafsiran atas
setiap ajaran Sakyamuni, sebagai lanjutan dari sekte Mahasanghika dan
memusatkan pada pribadi Buddha dan memperkembangkan ajaran tentang
kodrat ghaib yang disebut dengan Bodhisatvas.[42]
Akan tetapi, terkadang muncul mazhab baru sebagai mazhab tengah yaitu Vajrayana
(Kendaraan Berlian) yang kemudian disebut dengan Mantrayana (Kendaraan
Mantra) dan Tantrayana (Kendaraan meditasi ritual esoterik dan
kekuatan-kekuatan semanik) yang mana ajarannya selalu tumpang tindih dan
cenderung disebut ajaran subtradisi dari Mahayana.[43]
Betapa pun perbedaan
pandangan atas penafsiran yang dilakukan oleh ketiga aliran Buddha tersebut
merupakan sebuah ego sentrisme manusia dalam realitasnya. Dan yang terpenting
adalah semua cara beragama yang ada dalam Buddhisme adalah cara-cara
mendekatkan diri pada realitas mutlaq dalam Buddha.[44] Buddha Gautama tidaklah dianggap
satu-satunya “Buddha”, meskipun dirinya tidak dapat dilepaskan dari
fokus sentral Buddhisme. Dan aspek terpenting dalam Buddhisme adalah seorang
biarawan dan biarawati selalu mengulang kembali dan berusaha meniru segi-segi
penting cerita tentang Buddha Gautama dalam mencapai pencerahan, sehingga
mereka dianggap sebagai Boddhis (Calon Buddha).
Hal yang menjadi
perbedaan mendasar dan pemecah dari aliran-aliran Buddha itu adalah : Pertama,
berkenaan dengan apakah manusia itu bebas atau saling tergantung satu sama
lain, Kedua, berkenaan dengan hubungan manusia bukan dengan sesama
manusia tetapi dengan alam semesta, dan ketiga, manakah bagian
terpenting dari manusia, kepalanya atau hatinya?.[45] Demikan
permasalahan yang ada dalam tubuh Buddhisme.
Untuk mengetahui pertentangan
itu, coba kita lihat bersama tabel berikut.[46]
Theravada
|
Mahayana
|
Manusia sebagai pribadi
|
Manusia terlibat dengan
seksamanya
|
Manusia sendirian dalam alam
semesta (Emansipasi dengan upaya sendiri)
|
Manusia tidak sendirian
(Penyelamatan melalui rahmat)
|
Kebajika utama ; Kearifan
|
Keajikan utama; Karunia,
belas kasih
|
Cita-cita : Arhat
|
Cita-Cita; Bodhisatva
|
Menghindari metafisika
|
Mendalami metafisika
|
Menghindari upacara keagamaan
|
Mencakup upacara keagamaan
|
Membatasi doa pada semadi
|
Memasukan doa permohonan
|
Konservatif
|
Liberal
|
Dari perbedaan mendasar
itu pada umumnya menganggap jawaban Buddha Mahayana sebagai jawaban yang
sesuai dengan kenyataan, dan ini telah menarik perhatian Raja Asoka di waktu
itu. Dan semenjak saat itulah agama Buddha dijadikan agama resmi kerajaan di
India, hal ini dapat terlihat dari gambar roda hukum Buddha dewasa berkibar
pada bendera nasional India. Dengan demikian, walaupun ia menerima agama Buddha
sebagai suatu sekte agama India, beliau mewariskannya sebagai agama dunia.[47]
Kenyataan agama Buddha
sebagai bagian dari agama dunia adalah banyaknya pemeluk agama ini seperti
halnya Buddha Theravada yang membangun mazhab Vaibashika yang
dilakukan atas penafsiran maha guru di Khasmir Sri langka, dan Sautrantika yang
dibangun oleh Kumaralabdha dan disebarkan di wilayah asia tenggara seperti
Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja. Buddha Mahayana di Mongolia, Tiongkok,
Korea dan Jepang. Dan Buddha Vajrayana di Tibet, China.
Hal yang unik dari
pengalaman keagamaan Buddha adalah kesanggupannya membawa pengaruh
pribadi ke persoalan sosial sehingga dengan demikian mampu merubah kondisi
sosio-masyarakat yang justru dalam keadaan penuh dengan penderitaan menuju
kebahagiaan sejati melalui pengalaman pendirinya sendiri.[48]
PENUTUP
Kesimpulan
Hal terpenting adalah
bahwa dalam beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak menegnal Tuhan,
dan ini membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan bahwa
ia tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha adalah
agama karena memiliki sistem kepercayaan.
Buddhisme terbagi menjadi
dua aliran pokok, Theravada dan Mahayana yang secara prinsip
berbeda dalam geografis, ajaran doktrinal, praktik-praktik yang spesifik dan
apa yang dijadikan sebagai kitab suci yang otoritatif. Sementara Theravada cenderung
relatif seragam dari satu budaya ke budaya yang lain, Mahayana mentolerir
dalam lingkungannya sejumlah besar subtradisi yang berbeda-beda. Adapun yang
disebut dengan aliran ketiga yakni Vajrayana, bisa juga dipahami sebagai
cabang lebih jauh dari kedua cabang ini.
Cara beragama dalam
Buddha dibayangkan sebagai cara yang mendekatkan diri kepada, berpartisipasi
dalam, dan tenggelam dalam apa yang dirasakan oleh Buddha Gautama dalam
pencerahannya; di mana suatu keadaan terbebas dari semua penderitaan yang
menguasai kondisi eksistensi manusia, yang disebut dengan nirvana/ nibbana.
Yang menarik dalam Theravada adalah cara pencarian mistik, pencarian
rasional, dan perbuatan benar dalam suatu sintesis yang kuat yang
diartikulasikan dalam delapan jalan, tetapi menekankan pada usaha monastik
dalam pencarian mistik. Sedangkan dalam Mahayana penekanan tersebut
hanya pada pembedaan orang awam dan biarawan.
Saran
Dalam penyusunan karya
tulis ini, masiih terdapat banyak kekurangan yang mesti harus diperbaiki. Dan
untuk itu sekiranya handai taulan dapat memberikan masukan yang membangun untuk
perbaikan karya tulis penulis untuk ke depannya. Akan tetapi penulis berharap
untuk ke depannya dalam penyusunan karya tulis yang serupa dengan topik ini
sekiranya mampu membongkar cakrawala pemikiran Buddha yang dalam substansinya melekat pada kehidupan
sosial masyarakat di Indonesia khususnya bagi mereka yang beragama Buddha untuk
dapat menyelami ritual-ritual keagamaan mereka secara tepat agar tidak
memunculkan konflik kesalahpahaman dalam memhami ajaran Buddha.
الحمد لله رب العالمين
DAFTAR
BACAAN
Cannon,
Dale. 2002. Enam Cara Beragama. Terj. Djam An-Nuri dan Sahiron dari
judul
asli Six Ways of Being Religious.
Ditperta Depag RI. Jakarta
Hidayat,
Komarudin. 2003. Menafsirkan Kehendak Tuhan. Mizan. Bandung
Kahmad,
Dadang. 2011. Metodologi Penelitian Agama. Pustaka Setia. Bandung
Keene,
Michael. 2006. Agama-agama Dunia. Kanisius. Yogyakarta
Smith,
Huston. 1985. Agama-agama Manusia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Sou`yb,
Joesoef. 1983. Agama-agama Besar Dunia. Pustaka Al-Husna. Jakarta
Wach,
Joachim. 1994. Ilmu Perbandingan Agama; Inti dan Bentuk Pengalaman
Keagamaan, terj. Djamanuri dari buku
The comparative study of Religions. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
[1] Penulis adalah mahasiswa Pasca
Sarjana UIN SGD Bandung jurusan Religious Studies semester 2 (dua), Email :
areadone88@gmail.com
[2] Dale Cannon, Enam Cara Beragama,
Terj. Djam An-Nuri dan Sahiron dari judul asli Six Ways of Being Religious (Jakarta; Ditperta
Depag RI, 2002)
[3] Joachim Wach, Ilmu Perbandingan
Agama; Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan, terj. Djamanuri dari buku The
comparative study of Religions (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1994), Hlm.
40
[4] Dadang Kahmad, Metodologi Penelitian
Agama, (Bandung; Pustaka Setia, 2011), Hlm. 72-73
[5] Buddha akar kata dari
sansekerta budh yang memiliki arti “bangun” maupun “mengetahui”, dengan
demikian Buddha memiliki pengertian “Ia yang mengetahui” atau “Ia yang
Bangun”. Lihat Huston Smith, Agama-agama
Manusia, (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1985), Hlm. 106
[6] Joesoef Sou`yb, Agama-agama
Besar Dunia, (Jakarta; Pustaka Al-Husna, 1983), Hlm. 75
[7] Tahun yang persis belum ada
kesepakatan secara mutlak, akan tetapi tahun 1956 dirayakan secara luas di
seluruh negeri yang menganut agama Buddha sebagai peringatan 2500 tahun
kematian Buddha dan menganggap Buddha lahir di sekitar tahun 624 SM. Lihat Ibid.,
Huston Smith, Agama-…, Hlm. 107
[8] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-Agama
Besar …, Hlm. 75
[9] Tujuh hari setelah melahirkan, Maya
meninggal karena menurut legenda ia yang telah melahirkan seorang Buddha sudah
tidak dapat lagi memenuhi keinginan-keinginan yang lain dan akhirnya Siddharta
dibesarkan dalam kehidupan yang serba mewah oleh bibinya. Lihat Michael
Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta; Kanisius, 2006), Hlm. 68
[10] Dalam sebuah keterangan ia pernah
berucap “Aku memakai pakaian sutera dan para pelayanku memegang sebuah
paying putih di atasku…”. Lihat Ibid., Huston Smith, Agama-Agama
…, Hlm. 107
[11] Rahula memiliki arti “Belenggu”,
karena pangeran Siddharta merasa terpenjara dengan gaya hidup yang di alaminya
selama di Istana yang kerap dengan kemewahan dan kesenangan duniawi. Lihat
Ibid., Michael Keene, Agama-agama …, Hlm. 68
[12] Ketika Siddharta Gautama muda,
Ayahnya memanggil peramal untuk mengetahui nasib ahli warisnya itu di masa yang
akan datang, mereka adalah seorang Hindu dari kasta Brahmana yang meramalkan
bahwa ia akan menjadi seorang yang
mendapatkan pencerahan dan akan menolong
orang lain mengatasi penderitaan hidup. Delapan orang peramal dari kasta
Brahmana lainnya pun menyatakan dengan sama dan tegas ramalan tersebut. Lihat
Ibid., Michael Keene, Agama- …, Hlm. 68.
[13] Ibid., Huston Smith, Agama-…,
Hlm. 108
[14] Latar belakang keresahannya itu telah
diabadikan dalam kisah Empat Penglihatan Yang Berlalu, di mana kisah ini
merupakan suatu ajakan berkelana yang paling terkenal dalam kesusasteraan
dunia. Lihat Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar…, Hlm.
76. Dan Ibid., Huston Smith, Agama-…, Hlm. 108
[15] Dalam versi yang lain dikatakan
seorang tua renta itu adalah jelmaan secara gaib oleh dewa-dewa untuk
memberikan pengalaman yang berisi pengajaran bagi sang pangeran di saat itu. Lihat
Ibid., Hustom Smith, Agama, Hlm. 108
[16] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama
Besar…, Hlm. 76
[17] Ibid., Hustom Smith, Agama…,
Hlm. 108. Dalam kitab suci Buddha diterangkan bahwa ketika penglihatan
ketiga Siddharta berpikir bahwa “Semua makhluk hidup tak berguna lagi,
mereka dilahirkan, hidup dan mati, berjalan menuju kehidupan yang baru dan
kelahiran kembali. Apa yang akan terjadi lagi, keserakahan dan harapan palsu
membutakan mereka dan mereka buta sejak lahir. Sungguh mengerikan, mereka belum
tahu bagaimana bisa keluar dari penderitaan besar ini”. Sehingga Siddharta
melihat bahwa kurangnya pengetahuan akan hal ini adalah kunci dari penderitaan
itu. Lihat Ibid., Michael Keene, Agama-…, Hlm. 68
[18] Malam keberangkatan Siddharta
Gautama itu terpandang dalam agama Buddha suatu “Malam Rahmat atas Perpalingan
Terbesar” (Blessed Night of the Great Renunciation). Lihat Ibid., Joesoef
Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 76
[19] Ibid., Huston Smith, Agama…,
Hlm. 109
[20] Meskipun belum ada keterangan yang
pasti tentang lamanya masing-masing tahapan tersebut. LIhat Ibid., Huston
Smith, Agama…, Hlm. 109
[21] Ibid,, Hlm. 110
[22] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama
…, Hlm. 77
[23] Ibid., Huston Smith, Agama…,
Hlm. 109
[24] Pohon Bo adalah pohon hikmat
dan dalam beberapa keterangan lain dikatakan tempat itu sebagai tempat tak
bergerak karena tradisi yang menerangkan bahwa Buddha yang merasa dekat dengan
kedatangan penerangan rohani, sampai suatu ketika ia bersumpah tidak akan
bangkit sampai penerangan rohani itu menjadi miliknya. Lihat Ibid.,Hlm.
111
[25] Buddha “Orang yang
mendapatkan pencerahan atau yang mendapatkan kesadaran”. Lihat Ibid.,
Michael Keene, Agama-…, Hlm. 69. Pun Buddha dalam panggilan
lainnya disebut dengan Tathagata yakni manusia sempurna yang telah
datang membawa kebenaran mendalam secara langsung.Lihat Ibid,
Joesoef Sou`yb, Agama-agama…, Hlm. 78.
[26] Himpunan ucapannya itu dipadang
sebagai Khotbah pertama (First Sermon) dalam sejarah agama Buddha. Dan
kelima temannya itu menjadi kelompok murid yang pertama. Khotbahnya yang
pertama itu meletakan azas ajaran dari seluruh ajarannya, dan terkenal dengan
sebutan Empat KebenaranUtama (Catu Arya Sacca) dan delapan jalan
kebajikan (Arya Attha Ngika Magga). Lihat Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 77
[27] Kejelasan mengenai lamanya ia
berdakwah masih relative ada yang menyebutkan selama 40 tahun. Ibid.,
[28] Ibid., Hlm. 78. Dalam
keterangan lain disebutkan bahwa Buddha meninggal karena makan jamur racun,
yang tidak sengaja telah masuk ke dalam makanan yang dihidangkannya. Lihat Ibid.,
Huston Smith, Agama-agama…, Hlm. 113.
[29] Ibid., Joeseof Sou`yb, Agama-agama
…, Hlm. 78
[30] Ibid.
[31] Ibid., Hlm. 79
[32] Ibid., Michael Keene, Agama…,
Hlm. 74
[33] Nirwana berarti meletus atau padam.
Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 147
[34] Ibid., Michael Keene, Agama…,
Hlm. 77
[35] Tri berarti tiga, dan pitaka
bermakna bakul dan dimaksudkan sebagai bakul hikmat. Sehingga Tripitaka diartikan
sebagai tiga himpunan hikmat. Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama…, Hlm.
72
[36] Ibid, Michael Keene, Agama…,
Hlm. 72
[37] Ibid.,
[38] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama…, Hlm. 84
[39] Himpunan itu ada empat yang terdiri
dari Majjima Nikaya yang terdiri 152 Sutta dan
terdiri 15 Vaggha (Kelompok masalah), Samyutta Nikaya terdiri dari 56 Sutta (Samyutta) yang
isinya tentang tokoh-tokoh utama setelah Buddha beroleh pencerahan dan
ada yang mengatakan Khotbah pertamanya sebagai khotbah penggerak roda, Anguttara
Nikaya yang terdiri 2.308 Sutta dan tersusun 11 buah Nipata
(Kelompok masalah) yang isinya tentang macam, Buddha, tata laku, macam rahib
dan macam jalan menuju nirwana, dan Kuddhaka Nikaya yang
merupakan kumpulan berbagai Sutta dan berisikan pokok-pokok azasi dari
kehidupan Buddha yaitu Metta Sutta tentang cinta kasih bagi
manusia, Mahamangala Sutta tentang kerahiban yang paling besar, Dhammapada
tentang nilai-nilai pegangan hidup, Theragatta dan Therigatha
yaitu nyanyian keagamaan untuk rain, dan Jataka (Dzanecka) tentang
berbagai kehidupan yang lebih duluan dari Buddha pada berbagai penjelmaannya. Lihat
Ibid., Hlm. 85
[40] Ibid., Hlm. 87
[41] Nama Hinayana merupakan
pemberian mazhab Mahayana sebagai lawan saing dari ajaran Buddha yang
semula namanya Theravada. Sehingga banyak Buddhisme di Barat menyebutnya
dengan sebutan Hinayana. Lihat Dale Cannon, Enam Cara…, Hlm. 214.
[42] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-…,
Hlm. 89.
[43] Ibid., Dale Cannon, Enam
Cara…, Hlm. 215
[44] Ibid., Hlm. 216
[45] Ibid., Huston Smith, Agama…,
Hlm. 156
[46] Ibid., Hlm. 163
[47] Ibid., Hlm. 163
[48] Komarudin Hidayat, Menafsirkan
Kehendak Tuhan, (Bandung; Mizan, 2003), Hlm. 190
http://taipanqqculinary.blogspot.com/2018/02/lezatnya-spaghetti-pelangi-bekal-unik.html
BalasHapushttp://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/akhir-pelarian-pencuci-uang-terbesar-di.html
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/imbas-longsor-kai-hentikan-operasi.html
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!