Kamis, 05 Juli 2012

Buddha; Agama dan Gautama


Budha; Terbangun dalam Tidur Panjang
Oleh : Muhamad Ridwan Effendi [1]

ABSTRAKSI
            Salah satu pengalaman keagamaan Siddharta Gautama yang kemudian disebut Buddha adalah kesanggupannya membawa pengaruh pribadi ke persoalan sosial sehingga dengan demikian mampu merubah kondisi sosio-masyarakat yang justru dalam keadaan penuh dengan penderitaan menuju kebahagiaan sejati melalui pengalaman pendirinya sendiri.  Dan hal terpenting adalah bahwa dalam beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak mengenal Tuhan, dan ini membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan bahwa ia tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha adalah agama karena memiliki sistem kepercayaan. Tidak dapat dipungkiri kebenarannya, bahwa agama Buddha smerupakan salah satu agama besar yang berpengaruh di dunia. Untuk dapat memahami ajarannya diperlukan gambaran tentang agama Buddha yang dalam perkembangannya terbagi menjadi dua aliran pokok, Theravada dan Mahayana yang secara prinsip berbeda dalam geografis, ajaran doktrinal, praktik-praktik yang spesifik dan apa yang dijadikan sebagai kitab suci yang otoritatif.  Penelitian ini penulis cenderung menggunakan pendekatan deskriptif-naratif dan mengasumsikan bahwa agama sebagai salah satu motivasi untuk bertindak seperti yang dilakukan Gautama.

KATA KUNCI
ü  Buddhisme adalah ajaran yang dibawakan oleh Siddharta Gautama ketika selesai semedi di bawah pohon Boddhi (asal kata Buddha yang berarti terbangun),
ü  Reinkarnasi merupakan peristiwa berpindahnya jiwa dari satu jasad ke jasad yang lain setelah mengalami kematian,
ü  Tripitaka merupakan kitab agama Buddha, adalah kata Tripitaka itu sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tiga bakul,
ü  Theravada dan Mahayana Buddha merupakan sekte besar dalam agama Buddha.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
            Cerita sentral dalam Buddhisme adalah cerita kehidupan Siddharta Gautama, atau lebih khusus lagi cerita tentang usahanya untuk mencapai pencerahan (Buddha yang berarti orang yang mendapat pencerahan), ia mencapai pencerahan dan ajarannya dirancang secara praktis untuk membantu orang lain mencapai pencerahan. Keadaan pencerahan (Nirvana dalam bahasa sanskerta atau Nibbana dalam bahasa Pali) mempunyai ciri-ciri yang beraneka ragam, akan tetapi banyak yang menyebutkan sebagai hilangnya kedirian atau menjadi transenden. [2]
            Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad ke-6 SM atau (563-483 SM). agama ini bermula muncul dari pemberian nama seorang pembangunnya yaitu Siddharta Gautama Sakyamuni, yang kemudian dipanggil Buddha karena mendapatkan pencerahan  selama melakukan meditasi di bawah pohon Boddhi. Panggilan Buddhanya ini mulai melekat ketika sedang berkhalwat dan meditasi dalam rangka mencari kebenaran untuk membebaskan manusia dari penderitaan.
            Pada mulanya Siddharta ingin memberikan pencerahan dan pembebasan atas penderitaan yang dialami oleh setiap manusia, ini diawali ketika ia melakukan perjalanan keluar istana bersama pengawalnya yang secara kebetulan mendapat teka teki kehidupan ketika menemui kejadian-kejadian yang merubah paradigma ideologi Siddharta yang jauh dan sulit di temukan di dalam istana. Sehubungan ia adalah pangeran, putera dari seorang Raja Suddhodhana dari kerajaan Kavilawastu dari keturunan suku Sakya yang telah terbiasa dengan kehidupan bermegah-megahan, maka ia secara diam-diam melakukan perjalanan keluar istana tanpa sepengetahuan sang ayah.
            Kejadian selama perjalanannya itu kemudian membuat dirinya resah dan bingung serta mampu merubah konsepsi cara berkehidupan Siddharta yang hendak keluar dari cara hidup berpoya-poya seperti di istana. Dan tidak lama berselang setelah itu, ia pun berniat untuk menekuni akan pertanyaan teka-teki kehidupan selama perjalanannya yang merasa bahwa kendati pun ia hidup dalam gelimang harta dan kerajaan namun pada akhirnya ia pun akan mati tidak membawa apa yang ada di dalam istana.
            Sekiranya itulah hal mendasar yang membuat Siddharta untuk pergi tanpa pamit kepada anak, isteri dan ayahnya untuk mencari kebenaran atas teka-teki kehidupan itu. Kepergiannya telah memberikan jawaban atas apa yang telah diramalkan oleh kaum Brahma tentang penerawangan masa depan Siddharta Gautama yang jika ia pergi dari keduniawian maka ia akan menjadi orang yang tercerahkan dan menolong membebaskan manusia dari penderitaan hidup. Siddharta pergi ke hutan untuk melakukan meditasi selama bertahun-tahun lamanya, dan pada akhirnya ia berhasil menjadi seorang Buddha ketika melakukan langkah Yoga seperti yang telah diajarkan oleh Guru Yoga.
            Dari semenjak itulah, panggilan Buddha melekat dari dirinya karena telah mendapatkan pencerahan rohani dan untuk memberikan jawaban atas teka-teki yang dialaminya dahulu sewaktu masih tinggal di dalam istana. Buddha pun menyebarkan ajarannya sesuai perintah dewa Brahma untuk menolong manusia dan membebaskannya dari penderitaan.
            Selama Buddha berkiprah ajarannya telah tersebar luas ke pelosok negeri di India, sampai tiba waktu azal menjemput ajarannya masih ada sampai yang kita rasakan saat ini. Akan tetapi, pasca Buddha meninggal, muncul permasalahan baru terkait tindak lanjut ajarannya  yang kemudian banyak ditafsirkan oleh pengikutnya dan melahirkan dua kekuatan besar sebagai kelompok yang benar dalam memahmi ajaran Buddha. Kelompok besar itu adalah Buddha Mahayana dan Buddha Theravada.
            Dua mazhab Buddha ini senantiasa telah memberikan warna tersendiri dalam perkembangan literatur agama Buddha, karena keduanya telah memberikan interpretatif atas penafsiran ajaran Buddha yang begitu luas dan sulit untuk dipahami dengan logika sederhana sekalipun pengikutnya sendiri. Hal ini hanya diketahui secara pasti maknanya adalah Buddha itu sendiri yakni Siddharta Gautama Sakyamuni.
            Namun yang terpenting adalah bahwa dalam beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak menegnal Tuhan, dan ini membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan bahwa ia tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha adalah agama karena memiliki sistem kepercayaan. Buddha merupakan sosok yang mengaktualisasikan pengalaman keagaamaannya menjadi bagian ontologis dalam memahami hidup yang kemudian di perluas menjadi pendekatan sejarah.[3]

Metodologi Penelitian
            Kasus yang dijadikan bahan penelitian dalam karya ini terjadi dalam ruang lingkup sosio-kultur masyarakat Buddha pada umumnya, oleh karenanya dalam penulisan karya ilmiah ini penulis lebih memfokuskan pada studi fenomenologi keagamaan dengan pendekatan deskriptif-naratif di mana agama dijadikan sebagai faktor asas pengalaman keagamaan seseorang dan sebagai motivasi untuk bertindak.[4] Dan untuk itu, penulis mencoba menguraikannya dengan sistematis agar layak dijadikan sebagai karya ilmiah sesuai standar baku yang telah ditentukan.

Kajian Pustaka
            Dalam penulisan karya singkat ini, penulis berupaya mencari sumber pustaka yang sekiranya relevan dengan kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul pada masa kini. Sumber referensi yang penulis gunakan adalah buku-buku terkait persoalan agama Buddha pada khususnya dan studi fenomenologi melalui media massa sebagai sumber referensi sekunder.
            Di samping itu, pun penulis merujuk pada referensi beberapa pemikiran tentang agama seperti halnya Cak Nur, Sigmund Freud, Erich Fromm dan Thomas F. Odea dan lain sebagainya untuk mendapatkan inspirasi pengetahuan keagamaan penulis. Akan tetapi yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana teori-teori tentang agama Buddha tersebut mampu dipahami secara tepat.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus pembahasan di atas, Agama Buddha merupakan suatu agama besar yang ada di dunia ini dan oleh karenanya sangatlah tepat untuk dipelajari awal kemunculannya sampai perkembangan dewasa ini. Dengan demikian, maka penulis memberikan batasan rumusan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaiamana awal kemunculan Agama Buddha dilihat dari faktor kesejarahannya?
2.      Apa bentuk dan sistem ajaran atau kepercayaan dari Agama Buddha tersebut?
3.      Bagaimana perkembangan agama Buddha dalam masa sekarang ini ?

PEMBAHASAN
Sisi kehidupan Siddharta Gautama;  Orang yang terbangun dari tidurnya
            Berbicara Budha tidak akan lengkap dan menarik perhatian kita selain mengutarakan sosok yang memiliki pengaruh besar akan ajarannya yang mampu memberikan doktrin keagaamaan terhadap kehidupan ummat manusia di dunia, terutama bagi mereka yang menjadi pengikut setia atau Buddhist. Siddharta Gautama, itulah nama yang sangat melekat dalam kehidupan ajaran dari agama Buddha.[5] Siddharta Gautama merupakan seorang pangeran sekaligus putera dari seorang Raja Suddhodhana dari kerajaan Kavilawastu yang terletak di wilayah Nepal dan Bhutan sekarang menjadi Sikkim,[6] beliau terlahir dari kasta Kshatria dan bukan dari kasta Brahmana tepatnya pada sekitar tahun 560 SM di India Utara sekitar seratus mil dari Benares yang terletak di baian India Timur.[7]
            Siddharta Gautama Sakya, itulah nama lengkapnya, Siddharta merupakan nama kecilnya, Gautama adalah nama tuanya dan Sakya adalah nama marga keluarganya dari suku bangsa Sakya. Oleh karenanya ia sering juga dipanggil dengan sebutan Sakyamuni yang bermakna orang suci dari sakya.[8] Siddharta adalah seorang Intelektual besar dan pusat spiritual dunia, dalam sebuah legenda diceritakan tentang kelahirannya yang menyatakan bahwa Maya, Ibu Siddharta, memimpikan seokor gajah putih masuk dalam rahimnya. Sepuluh bulan kemudian ia melahirkan dan seketika itu bumi bergetar selama bulan Mei.[9]
            Pangeran Siddharta Gautama menjalani kehidupannya dengan penuh kemewahan di Istana dan diberikan hak-hak istimewa oleh ayahnya yang merupakan seorang raja.[10] Dalam sebuah legenda itu diceritakan pula bahwa ketika ia sudah berhasil melewati masa Brahmacharya bagi kemestian di dalam agama Hindu, ia telah lulus dengan baik sehingga memperoleh selempang suci (sacred-cord), yang akhirnya memasuki masa berumah tangga (Grihasta), dalam legenda itu disebutkan bahwa ia memiliki perawakan gagah. Dengan kesempurnaan jasmaninya itu tak ayal banyak yang menyukainya, dan ketika ia berumur 16 tahun ia kawin dengan seorang puteri cantik tiada bandingannya dari negara tetangga yang  bernama Gopa atau Yasodhara dan dianugerahi seorang putera bernama Rahula.[11]
            Sebagai seorang pewaris tahta orang tuanya, ia memperoleh kekuasaan dan kehormatan. Raja Suddhodhana memang sengaja mempersiapkan pangeran Siddharta untuk menjadi pelanjut dari kerajaan yang dipimpinnya dengan memberikan segala kemegahan kepada anak semata wayangnya itu, hal ini dikarenakan guna mencegah apa yang telah diramalkan oleh seorang ahli nujum tentang Siddharta.[12] Banyak upaya yang dilakukan ayahnya itu agar ia menjadi seorang raja bahkan untuk mewujudkan segala keinginannya itu, sang raja memberikan penjagaan yang ketat terhadap Siddharta baik selama di dalam Istana maupun ketika ia berpergian keluar istana.
            Dalam ramalannya itu disebutkan bahwa ia akan menjadi seroang yang luar biasa, namun karirnya dilanda oleh suatu sikap keragu-raguan yang bersifat mendasar. Dalam ramalan tentang karirnya, jika ia tetap hidup dalam dunia dengan segala kemewahan yang dimilikinya ia akan menjadi seorang Cakrawati atau Raja Sejagat yang akan menyatukan seluruh India dan akan menjadi penakluknya terbesar. Di lain hal, jika ia meninggalkan hidup keduniawian ia tidak akan menjadi seorang raja, tetapi seorang penyelamat dunia. Menghadapi pilihan ini, ayahnya bertekad untuk membimbing puteranya itu menjadi seorang raja sejagat, sehingga pikirannya digiring untuk cinta terhadap keduniawian dengan memberikan tiga istana dan empat puluh gadis penari kepadanya, dan segala hajatnya harus dipenuhi.[13]
            Walaupun memiliki semuanya ini dalam usia 20-an ia merasakan suatu keresahan jiwa yang akan mendorongnya meninggalkan seluruh kekayaan duniawinya itu. Dalam suatu masa, pangeran Siddharta hendak berpergian keluar secara diam-diam yang hanya ditemani oleh seorang kusirnya bernama Channa dan ia pun mengalami kejadian penting yang akhirnya memunculkan rasa keresahan dan keraguan dalam kehidupannya.[14]

Usaha Gautama Mencari Kebenaran dan Pencerahan Rohani
            Ketika dalam perjalanannya yang pertama, Siddharta bertemu dengan seorang yang tua, cacat, ompong, rambutnya telah uban, pincang dan bungkuk, bersandar pada sebuah tongkat, dengan badanya yang bergetar, dan pada saat itu Siddharta mengenal kenyataan adanya usia tua.[15] Dan dalam perjalanan yang kedua ia bertemu dengan seorang yang penuh dengan penyakit terbaring dipinggir jalan yang tak tahu diri, kemudian dalam perjalanan yang ketiga, ia bertemu dengan sesosok jenazah yang diringkan dengan ratap tangis. Dan pada kesempatan perjalanan yang keempat, ia melihat seorang fakir berkeliling (Sanyasin) dan atau rahib dengan kepala dicukur gundul, memakai jubah berwarna kuning tanah sedang memegang sebuah mangkuk derma, dan pada saat itulah ia belajar tentang edaran manusia yang penuh dengan penderitaan dan bangkit keinginannya untuk memperoleh jawaban atas masalah itu dan kemungkinan mengundurkan diri dari kehidupan duniawi ini.[16]
            Pada suatu malam, ketika ia berusia 29 tahun, ia mengambil keputusan untuk meninggalkan istananya untuk menemukan pengetahuan akan kebenaran dan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dialaminya.[17] Ketika hendak melakukan perjalanan ia mendatangi isteri dan anaknya yang sedang tidur dan mencium kening puteranya secara diam-diam, lalu ia menyuruh Channa penjaga setianya itu untuk menyediakan kuda putihnya yang besar dan kemudian berangkatlah mereka berdua ke arah hutan rimba.[18] Setibanya di hutan ia menyuruh pengawalnya untuk kembali ke Istana dan membawa pergi kudanya untuk melaporkan hal kepergiannya, juga ia mencukur rambutnya dan bertukar pakaian dengan pengwalanya yang mengenakan jubah kuning dan tiada membawa bekal apa pun dan akhirnya ia pun pergi untuk mencari penerangan rohani di hutan.[19]
            Dari keempat pengalaman yang telah dilaluinya ketika berpergian dari istana, di usia 29 tahun Siddharta memantapkan niatnya untuk meninggalkan istana yang telah menjeratnya dan lebih memenuhi panggilan untuk memahami dan merenungkan kebenaran yang akan dapat mengatasi kesengsaraan manusia. Dan dalam usahanya untuk mencari kebenaran tersebut, ia pun berontak terhadap keadaan yang pernah dilaluinya selama hidup di istana dan lebih memilih untuk  mengasingkan diri.
            Dalam rangkaian usahanya itu, ia melewati tiga tahap.[20] Langkah pertama yang dilaluinya adalah mencari dua orang Hindu yang paling  terkemuka pada zaman itu untuk menggali pikiran mereka mengenai kebijaksanaan tradisi Hindu yang amat luas itu, hal terpenting yang telah ia pelajari adalah mengenai Raja Yoga dan mengenai filsafat. Kemudian langkah kedua adalah bergabung dnegan sekelompok pertapa dan mencoba mengalami kehidupan mereka secara langsung, dan dalam pertapaannya di hutan itu, amatlah berat hidup yang dijalaninya termasuk menerima godaan Mara (Iblis) dengan bermacam cara yang ada seperti halnya terpaan angin topan, kegelapan yang pekat. Akan tetapi segala macam godaan yang dilakukan Iblis pun sia-sia.
            Ketika dalam masa pertapaannya, ia mencoba mengikuti kebiasaan para petapa dengan menahan lapar dan menyiksa badan. Sehingga Siddharta jasmaninya lemah dan daya pikirnya menjadi tumpul, sampai Ia jatuh pingsan dan jika kelima temannya tidak ada di dekatnya dan memberinya makan nasi hangat sudah dipastika akan meninggal.[21] Ketika terjadi kejadian tersebut, pada akhirnya ia memilih untuk berhenti dari cara bertapa yang sia-sia seperti itu karena tidak membawa pencerahan rohani dan teman-temannya memandang ia telah gagal menjalani hidup ini.[22] Ketika ia melepaskan dari pertapaannya, ia memiliki pandangan positif dalam filsafat Gautama, yaitu asas jalan tengah, yaitu pandangan yang terletak di antara pandangan ekstrem petapa dengan kemewahan hidup.[23] Dan inilah konsep tentang hidup yang ditakar secara pasti, dimana tubuh hanya diberi apa yang dibutuhkannya untuk hidup secara layak, baik makan maupun istirahat.
            Kemudian langkah terakhir adalah menggabungkan pikiran yang tegar dengan konsenterasi mistik menurut Raja Yoga. Dan pada suatu malam sekitar bulan Mei 517 SM yang disebut sebagai malam suci Ia duduk semabari berpikir di sebuah pohon ara yang kemudian di kenal sebagai pohon Bo (Singkatan dari kata Bodhi atau penerangan rohani), perenungannya itu berjalan dalam kurun waktu tujuh hari.[24]
            Setelah banyaknya cobaan yang telah dihadapinya, ia memahami bahwa semua manusia menderita dan akar penderitaannya itu berasal dari keinginan kuat dan jika keinginan kuat itu berhenti, maka penderitaan pun berhenti, pun juga ia mendapatkan tiga kali pangggilan dari dewa tertinggi, Brahma, supaya membantu orang lain menerima pencerahan. Dan ia pun bangkit dari pertapaannya dan hadir sebagai sang Buddha. Segenap kegembiraan alam raya beserta isinya tertumpah pada kebangkitan sang Buddha,[25] sampai-sampai bumi pun bergetar dalam enam cara sebagai wujud kekaguman dan sepuluh ribu gugusan bintang gemetar ketakutan sewaktu bunga-bungateratai merekah di setiap pohon.
            Selepas ia bangkit, ia pun berangkat menuju kota Benares, tempat suci dan tempat ziarah bagi orang Hindu. Pada suatu tempat bernama Sarnath, tidak begitu jauh dari Benares, ia berjumpa dengan kelima rahib bekas temannya itu yang dipimpin oleh Kondanna sampai berhenti di Taman Menjangan, dan disitulah ia menyampaikan khotbah pertamanya.[26] Selama kurang lebih 44 tahun I amenjalankan titah Brahma untuk menyebarkan ajarannya sambil mengembara dari satu kerajaan bersama rombongan muridnya, termasuk keluarganya sendiri yang telah menganut ajarannya, mengembara sebagai seorang rahib.[27]
            Selama menjalani pengabdiannya, dalam usia 80 tahun, kira-kira tahun 480 SM, beliau wafat di rumah saudara sepupunya, Cunnda seorang pandai besi dan terbaring di atas pangkuan muridnya, Anannda. Kata perpisahannya yang terakhir berbunyi : “Kerontokan itu suara kemestian setiap susunan, ikhtiarkan keselematan dirimu dengan rajin”.[28] Perkataannya itu disampaikan kepada murid-muridnya yang agung dan bahkan sering dijumpai dalam kitab-kitab Tripitaka, yakni Kassapa, Sariputta, Anannda, Devadatta, Assaji, Mogallana, Ajatasattu, Anuruddha, Anathapindika, dan dari pihak rahib perempuan ialah Visakha, Ambapali, dan banyak lagi yang lain termasuk putera para Raja.[29]
            Selama kurang lebih tujuh hari tujuh malam, sebelum di hari ketujuh jenazahnya dibakar, banyak Raja-raja dan rakyatnya yang melayad atau berta`ziyah melepas kepergiannya menuju kehidupan Nirwana. Dan bahkan abu jasadnya dibagi Ananda kepada sepuluh bagian dan satu persatu diserahkan kepada para Raja yang sewaktu dulu Buddha pernah mengembara dan berdiam pada satu persatu kerajaan itu.[30] Dan untuk mengenang perjuangan Buddha, para Raja pun membangun Stuppa yakni Pagoda, guna menyimpan Abu jenazahnya yang dipandang suci. Namun lambat laun berkembang kultus atas abu jenazahnya dan berlangsung pemujaan, dan hanya ada satu Stuppa yang kini menyimpan abu jenazah asli Buddha yaiu Stupa Bhattibrolu di wilayah Madras.

Empat Kebenaran Utama Buddha
            Setelah Buddha mendapat pencerahan dan mampu mengatasi cengkraman yang amat sangat ketika duduk di bawah pohon Bo, akhirnya merumuskan langkah untuk memberikan pencerahan kepada manusia dengan empat kebenaran yang dimilikinya. Buddha menerima dan melanjutkan ajaran agama Brahma atau Hindu tentang Karma, yakni hukum sebab akibat dari tindak laku di dalam kehidupan, dan ajaran tentang samsara yang lahir berulang kali ke dunia sebagai lanjutan karma, dan ajaran tentang Mokhsa yakni pemurnian hidup itu guna terbebas dari karma dan samsara.[31]
            Sekalipun ia mempelari apa yang telah diajarkan agama Hindu, ia tetap mencar akar permasalahan keseluruhannya itu dengan merumuskan jalan kebeneran mulia yang diantaranya yaitu :[32]
1.      Sepanjang hidupnya manusia mengalami penderitaan atau dukkha,
2.      Penyebab penderitaan adalah keinginan manusia yang kuat akan hidup, kesenangan dan uang atau tanha,
3.      Menyingkirkan keinginan atau hasrat berarti menyingkirkan penderitaan,
4.      Peniadaan itu dengan delapan jalan kebajikan, yakni :
1)      Pengetahun yang benar (Samma ditthi),
2)      Kehendak atau berpikir yang benar (Samma Sankappa),
3)      Perkataan yang benar (Samma Vacca),
4)      Perilaku yang benar (Samma Kammarta),
5)      Penghidupan yang benar (Samma Ajiva)
6)      Ikhtiar yang benar (Samma Vayyama)
7)      Ingatan, perhatian yang benar (Samma Satti),
8)      Renungan atau kontemplasi yang benar (Samma Samadhi).

Konsepsi Atau Ajaran Buddha Yang Utama
            Pandangan Buddha terhadap kehidupan ini sulit dimengerti secara tepat seperti juga halnya dengan pandangan tokoh lainnya dalam sejarah pemikiran manusia. salah satu perhatian Buddha adalah perihal pengobatan terhadap penderitaan jiwa manusia dan masalah-masalah pragmatis dan bukan masalah-masalah metafisik. Salah satu ajarannya adalah tentang Kharma, Reinkarnasi, dan Nirwana.
            Dalam persoalan Nirwana[33] sendiri,  bukanlah sebagai kata sifat melainkan benar-benar ibarat api yang benar-benar padam. Nirwana memang tujuan tertinggi jiwa manusia dan artinya memang pemadaman, yang dipadamkan adalah garis batas diri manusia yang berhingga ini. Konsep Kharma dalam agama Buddha adalah merupakan hukum sebab akibat dari tindak laku di dalam kehidupan. Sedangkan Reinkarnasi adalah perpindahan jiwa sebagai bukti kesementaraan hidup di dunia, ini dicontohkannya dalam perumpaan pindahnya api dari lilin yang satu ke yang lain.
            Selain daripada itu, dalam agama Buddha dikenal lima aturan yang merupakan pedoman mmoral yang harus selalu diikuti oleh pemeluknya, diantaranya : [34]
1.      Tidak boleh membunuh dan merusak benda hidup,
2.      Tidak boleh mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya,
3.      Tidak boleh menyalahgunakan seks,
4.      Tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak pantas, seperti berbohong,
5.      Tidak boleh menggunakan obat terlarang dan alkohol karena semuanya ini akan mengganggu pikiran.
Kitab Suci Budha
            Kitab suci dalam agama Buddha disebut dengan Tripitaka.[35] Selama berabad-abad ajaran Buddha di masa lalu tetap dijaga keberadaannya dan dituturkan kembali kepada ummat Buddha oleh Sangha, yaitu komunitas rahib Buddha.[36] Namun ada perbedaan antara kitab Buddha, Theravada menggunakan bahasa Pali dan Buddha Mahayana menggunakan bahasa Sanskerta sebagai bahasa pertama India. Di atara kitab itu ialah sebagai berikut :[37]
1.      Sutta Pitaka, berisikan himpunan ceramah atau percakapan Buddha dengan muridnya. Kitab ini terbagi menjadi berbagai Nikaya, dan setiap Nikaya terbagi menjadi Sutta dan setiap Sutta terbagi menjadi Vagga (Bab) yang ditujukan bagi kalangan awam,
2.      Vinaya Pitaka, berisikan Pattimokha, yakni peraturan tata hidup setiap anggota biara (Sangha),
3.      Abidhamma Pitaka, berisikan analisis ajaran Buddha yang meliputi proses pemikiran dan proses kesadaran, kitab ini diperuntukan bagi lapisan terpelajar dalam agama Buddha. Salah satu bab paling terkenal dalam kitab ini adalah himpunan Millinda Panha (Dialog dengan Raja Malinda) dan Visuddhi Maga (Jalan Menuju Kesucian).

Sekte Budhisme
            Selepas Buddha wafat, 900 orang muridnya berkumpul di Rajaghriha. Di situlah pembicaraan sari ajaran Buddha atau Sakyamuni dirumuskan tentang ajaran pokok (Dhamma) dan tentang peraturan beserta tata tertib (Vinaya) yang harus di taati setiap Bikkhu dan Bikkhuni dalam amsyarakat biara (Sangha). Dalam musyawarah besar ini dikenal dengan istilah konsili pertama dalam sejarah agama Budhha, di mana di bahas tentang ajaran pokok Sakyamuni yang diajarkan secara lisan sesuai tradisi kala itu. [38]
            Satu abad kemudian, sekitar abadi ke-4 SM, berlangsung musyawarah lagi di Vaisali yang disebut dengan konsili kedua mengenai peraturan beserta tata tertib (Vinaya) yang harus ditaati setiap rahib dalam masyarakat biara (Sangha).  Dan pada masa ini mucul perselisihan yang melahirkan dua aliran yaitu golongan konservatif yang menyebut dirinya Sthaviravadins, yang pada masa belakangan lebih dikenal dengan aliran Theravada yang bersikap mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni. Juga munculnya golongan liberal yang memberikan penafsiran secara bebas atas ajaran Sakyamuni dan menyebutnya dengan Mahasanghikas yang pada masa belakangan di kenal dengan aliraan Mahayana. Dan dalam masa ini disusun empat himpunan baru di dalam Sutta-Pittaka yang merupakan kitab berisikan percakapan Buddha dengan muridnya.[39]
            Ketika tahun 327 SM terjadi penyerbuan Iskandar Makedoni dari Asia Tengah melalui Khyber Pass ke dalam anak benua India telah memberikan pengaruh yang cukup besar, ini terlihat dari seni pahat dan bangunannya. Sampai pada tahun 274 SM kaisar Asoka, cucu Iskandar Makedoni, melepaskan agama Hindu dan mengumumkan agam resmi dalam imperium India yaitu Agama Buddha. Dan pada akhirnya muncul konsili ketiga di Pataliputera (Patna), ibukota imperium, atas anjuran Kaisar Asoka. Dan pada masa ini disusunlah ajaran Buddha secara tertulis dalam bahasa Pali, yang terdiri dari tiga himpunan yang kemudian disebut dengan Tripitaka.[40]
            Banyaknya penafsiran bebas yang dilakukan aliran Mahasanghikas telah memberikan dampak yang besar, sehingga peranan rahib dikerdilkan dan kaum Brahmin banyak menjadi panasihat kerajaan (Kanvas) atas permintaan Dinasti Suggha untuk menekan pengaruh Buddha. Dan pada saat itulah awal tanda kemunduran agama Buddha yang cenderung diambil oleh kekuasaan dari kerajaan. Akan tetapi ketika dinasti Suggha runtuh oleh dinasti Kushana para rahib segera sadar dan semenjak itulah dilakukan konsili keempat di kota Jalandra di wilayah Punjab (Pertemuan lima sungai) di bawah sekte Sarvastivada, yaitu pecahan mazhab Theravada. Dan pada masa inilah kitab Tripataka disalin ke dalam bahasa Sanskrit, bernama Agamas, bersama isinya dengan Nikayas.
            Begitupun Juga pada masa ini agama Buddha terpecah menjadi dua mazhab besar yang tumbuh sebelumnya yaitu Theravada atau Hinayana (Perahu kecil) yang cenderung mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni.[41] Dan Mahayana (Perahu besar) yang bersikap mempertahankan penafsiran atas setiap ajaran Sakyamuni, sebagai lanjutan dari sekte Mahasanghika dan memusatkan pada pribadi Buddha dan memperkembangkan ajaran tentang kodrat ghaib yang disebut dengan Bodhisatvas.[42] Akan tetapi, terkadang muncul mazhab baru sebagai mazhab tengah yaitu Vajrayana (Kendaraan Berlian) yang kemudian disebut dengan Mantrayana (Kendaraan Mantra) dan Tantrayana (Kendaraan meditasi ritual esoterik dan kekuatan-kekuatan semanik) yang mana ajarannya selalu tumpang tindih dan cenderung disebut ajaran subtradisi dari Mahayana.[43]
            Betapa pun perbedaan pandangan atas penafsiran yang dilakukan oleh ketiga aliran Buddha tersebut merupakan sebuah ego sentrisme manusia dalam realitasnya. Dan yang terpenting adalah semua cara beragama yang ada dalam Buddhisme adalah cara-cara mendekatkan diri pada realitas mutlaq dalam Buddha.[44]  Buddha Gautama tidaklah dianggap satu-satunya “Buddha”, meskipun dirinya tidak dapat dilepaskan dari fokus sentral Buddhisme. Dan aspek terpenting dalam Buddhisme adalah seorang biarawan dan biarawati selalu mengulang kembali dan berusaha meniru segi-segi penting cerita tentang Buddha Gautama dalam mencapai pencerahan, sehingga mereka dianggap sebagai Boddhis (Calon Buddha).
            Hal yang menjadi perbedaan mendasar dan pemecah dari aliran-aliran Buddha itu adalah : Pertama, berkenaan dengan apakah manusia itu bebas atau saling tergantung satu sama lain, Kedua, berkenaan dengan hubungan manusia bukan dengan sesama manusia tetapi dengan alam semesta, dan ketiga, manakah bagian terpenting dari manusia, kepalanya atau hatinya?.[45] Demikan permasalahan yang ada dalam tubuh Buddhisme.
            Untuk mengetahui pertentangan itu, coba kita lihat bersama tabel berikut.[46]
Theravada
Mahayana
Manusia sebagai pribadi
Manusia terlibat dengan seksamanya
Manusia sendirian dalam alam semesta (Emansipasi dengan upaya sendiri)
Manusia tidak sendirian (Penyelamatan melalui rahmat)
Kebajika utama ; Kearifan
Keajikan utama; Karunia, belas kasih
Cita-cita : Arhat
Cita-Cita; Bodhisatva
Menghindari metafisika
Mendalami metafisika
Menghindari upacara keagamaan
Mencakup upacara keagamaan
Membatasi doa pada semadi
Memasukan doa permohonan
Konservatif
Liberal
            Dari perbedaan mendasar itu pada umumnya menganggap jawaban Buddha Mahayana sebagai jawaban yang sesuai dengan kenyataan, dan ini telah menarik perhatian Raja Asoka di waktu itu. Dan semenjak saat itulah agama Buddha dijadikan agama resmi kerajaan di India, hal ini dapat terlihat dari gambar roda hukum Buddha dewasa berkibar pada bendera nasional India. Dengan demikian, walaupun ia menerima agama Buddha sebagai suatu sekte agama India, beliau mewariskannya sebagai agama dunia.[47]
            Kenyataan agama Buddha sebagai bagian dari agama dunia adalah banyaknya pemeluk agama ini seperti halnya Buddha Theravada yang membangun mazhab Vaibashika yang dilakukan atas penafsiran maha guru di Khasmir Sri langka, dan Sautrantika yang dibangun oleh Kumaralabdha dan disebarkan di wilayah asia tenggara seperti Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja. Buddha Mahayana di Mongolia, Tiongkok, Korea dan Jepang. Dan Buddha Vajrayana di Tibet, China.
            Hal yang unik dari pengalaman keagamaan Buddha adalah kesanggupannya membawa pengaruh pribadi ke persoalan sosial sehingga dengan demikian mampu merubah kondisi sosio-masyarakat yang justru dalam keadaan penuh dengan penderitaan menuju kebahagiaan sejati melalui pengalaman pendirinya sendiri.[48]
           
PENUTUP
Kesimpulan
            Hal terpenting adalah bahwa dalam beberapa antitesa agama Buddha yang asli itu tidak menegnal Tuhan, dan ini membuktikan bahwa Buddha adalah seorang atheis. Hal ini dikatakan bahwa ia tidak mungkin disebut agama. Akan tetapi dalam keterangan lain Buddha adalah agama karena memiliki sistem kepercayaan.
            Buddhisme terbagi menjadi dua aliran pokok, Theravada dan Mahayana yang secara prinsip berbeda dalam geografis, ajaran doktrinal, praktik-praktik yang spesifik dan apa yang dijadikan sebagai kitab suci yang otoritatif. Sementara Theravada cenderung relatif seragam dari satu budaya ke budaya yang lain, Mahayana mentolerir dalam lingkungannya sejumlah besar subtradisi yang berbeda-beda. Adapun yang disebut dengan aliran ketiga yakni Vajrayana, bisa juga dipahami sebagai cabang lebih jauh dari kedua cabang ini.
            Cara beragama dalam Buddha dibayangkan sebagai cara yang mendekatkan diri kepada, berpartisipasi dalam, dan tenggelam dalam apa yang dirasakan oleh Buddha Gautama dalam pencerahannya; di mana suatu keadaan terbebas dari semua penderitaan yang menguasai kondisi eksistensi manusia, yang disebut dengan nirvana/ nibbana. Yang menarik dalam Theravada adalah cara pencarian mistik, pencarian rasional, dan perbuatan benar dalam suatu sintesis yang kuat yang diartikulasikan dalam delapan jalan, tetapi menekankan pada usaha monastik dalam pencarian mistik. Sedangkan dalam Mahayana penekanan tersebut hanya pada pembedaan orang awam dan biarawan.

Saran
            Dalam penyusunan karya tulis ini, masiih terdapat banyak kekurangan yang mesti harus diperbaiki. Dan untuk itu sekiranya handai taulan dapat memberikan masukan yang membangun untuk perbaikan karya tulis penulis untuk ke depannya. Akan tetapi penulis berharap untuk ke depannya dalam penyusunan karya tulis yang serupa dengan topik ini sekiranya mampu membongkar cakrawala pemikiran Buddha  yang dalam substansinya melekat pada kehidupan sosial masyarakat di Indonesia khususnya bagi mereka yang beragama Buddha untuk dapat menyelami ritual-ritual keagamaan mereka secara tepat agar tidak memunculkan konflik kesalahpahaman dalam memhami ajaran Buddha.

الحمد لله رب العالمين
DAFTAR BACAAN

Cannon, Dale. 2002. Enam Cara Beragama. Terj. Djam An-Nuri dan Sahiron dari judul
            asli Six Ways of Being Religious. Ditperta Depag RI. Jakarta
Hidayat, Komarudin. 2003. Menafsirkan Kehendak Tuhan. Mizan. Bandung
Kahmad, Dadang. 2011. Metodologi Penelitian Agama. Pustaka Setia. Bandung
Keene, Michael. 2006. Agama-agama Dunia. Kanisius. Yogyakarta
Smith, Huston. 1985. Agama-agama Manusia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Sou`yb, Joesoef. 1983. Agama-agama Besar Dunia. Pustaka Al-Husna. Jakarta
Wach, Joachim. 1994. Ilmu Perbandingan Agama; Inti dan Bentuk Pengalaman
            Keagamaan, terj. Djamanuri dari buku The comparative study of Religions. Raja
            Grafindo Persada. Jakarta



[1] Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana UIN SGD Bandung jurusan Religious Studies semester 2 (dua), Email : areadone88@gmail.com
[2] Dale Cannon, Enam Cara Beragama, Terj. Djam An-Nuri dan Sahiron dari judul asli Six Ways of  Being Religious (Jakarta; Ditperta Depag RI, 2002)
[3] Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama; Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan, terj. Djamanuri dari buku The comparative study of Religions (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1994), Hlm. 40
[4] Dadang Kahmad, Metodologi Penelitian Agama, (Bandung; Pustaka Setia, 2011), Hlm. 72-73
[5] Buddha akar kata dari sansekerta budh yang memiliki arti “bangun” maupun “mengetahui”, dengan demikian Buddha memiliki pengertian “Ia yang mengetahui” atau “Ia yang Bangun”. Lihat  Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1985), Hlm. 106
[6] Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar Dunia, (Jakarta; Pustaka Al-Husna, 1983), Hlm. 75
[7] Tahun yang persis belum ada kesepakatan secara mutlak, akan tetapi tahun 1956 dirayakan secara luas di seluruh negeri yang menganut agama Buddha sebagai peringatan 2500 tahun kematian Buddha dan menganggap Buddha lahir di sekitar tahun 624 SM. Lihat Ibid., Huston Smith, Agama-…, Hlm. 107
[8] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-Agama Besar …, Hlm. 75
[9] Tujuh hari setelah melahirkan, Maya meninggal karena menurut legenda ia yang telah melahirkan seorang Buddha sudah tidak dapat lagi memenuhi keinginan-keinginan yang lain dan akhirnya Siddharta dibesarkan dalam kehidupan yang serba mewah oleh bibinya. Lihat Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta; Kanisius, 2006), Hlm. 68
[10] Dalam sebuah keterangan ia pernah berucap “Aku memakai pakaian sutera dan para pelayanku memegang sebuah paying putih di atasku…”. Lihat Ibid., Huston Smith, Agama-Agama …, Hlm. 107
[11] Rahula memiliki arti “Belenggu”, karena pangeran Siddharta merasa terpenjara dengan gaya hidup yang di alaminya selama di Istana yang kerap dengan kemewahan dan kesenangan duniawi. Lihat Ibid., Michael Keene, Agama-agama …, Hlm. 68
[12] Ketika Siddharta Gautama muda, Ayahnya memanggil peramal untuk mengetahui nasib ahli warisnya itu di masa yang akan datang, mereka adalah seorang Hindu dari kasta Brahmana yang meramalkan bahwa ia akan menjadi seorang  yang mendapatkan pencerahan dan  akan menolong orang lain mengatasi penderitaan hidup. Delapan orang peramal dari kasta Brahmana lainnya pun menyatakan dengan sama dan tegas ramalan tersebut. Lihat Ibid., Michael Keene, Agama- …, Hlm. 68.
[13] Ibid., Huston Smith, Agama-…, Hlm. 108
[14] Latar belakang keresahannya itu telah diabadikan dalam kisah Empat Penglihatan Yang Berlalu, di mana kisah ini merupakan suatu ajakan berkelana yang paling terkenal dalam kesusasteraan dunia. Lihat Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar…, Hlm. 76. Dan Ibid., Huston Smith, Agama-…, Hlm. 108
[15] Dalam versi yang lain dikatakan seorang tua renta itu adalah jelmaan secara gaib oleh dewa-dewa untuk memberikan pengalaman yang berisi pengajaran bagi sang pangeran di saat itu. Lihat Ibid., Hustom Smith, Agama, Hlm. 108
[16] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar…, Hlm. 76
[17] Ibid., Hustom Smith, Agama…, Hlm. 108. Dalam kitab suci Buddha diterangkan bahwa ketika penglihatan ketiga Siddharta berpikir bahwa “Semua makhluk hidup tak berguna lagi, mereka dilahirkan, hidup dan mati, berjalan menuju kehidupan yang baru dan kelahiran kembali. Apa yang akan terjadi lagi, keserakahan dan harapan palsu membutakan mereka dan mereka buta sejak lahir. Sungguh mengerikan, mereka belum tahu bagaimana bisa keluar dari penderitaan besar ini”. Sehingga Siddharta melihat bahwa kurangnya pengetahuan akan hal ini adalah kunci dari penderitaan itu. Lihat Ibid., Michael Keene, Agama-…,  Hlm. 68
[18] Malam keberangkatan Siddharta Gautama itu terpandang dalam agama Buddha suatu “Malam Rahmat atas Perpalingan Terbesar” (Blessed Night of the Great Renunciation). Lihat Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 76
[19] Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 109
[20] Meskipun belum ada keterangan yang pasti tentang lamanya masing-masing tahapan tersebut. LIhat Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 109
[21] Ibid,, Hlm. 110
[22] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 77
[23] Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 109
[24] Pohon Bo adalah pohon hikmat dan dalam beberapa keterangan lain dikatakan tempat itu sebagai tempat tak bergerak karena tradisi yang menerangkan bahwa Buddha yang merasa dekat dengan kedatangan penerangan rohani, sampai suatu ketika ia bersumpah tidak akan bangkit sampai penerangan rohani itu menjadi miliknya. Lihat Ibid.,Hlm. 111  
[25] Buddha “Orang yang mendapatkan pencerahan atau yang mendapatkan kesadaran”. Lihat Ibid., Michael Keene, Agama-…, Hlm. 69. Pun Buddha dalam panggilan lainnya disebut dengan Tathagata yakni manusia sempurna yang telah datang membawa kebenaran mendalam secara langsung.Lihat Ibid, Joesoef Sou`yb, Agama-agama…, Hlm. 78.
[26] Himpunan ucapannya itu dipadang sebagai Khotbah pertama (First Sermon) dalam sejarah agama Buddha. Dan kelima temannya itu menjadi kelompok murid yang pertama. Khotbahnya yang pertama itu meletakan azas ajaran dari seluruh ajarannya, dan terkenal dengan sebutan Empat KebenaranUtama (Catu Arya Sacca) dan delapan jalan kebajikan (Arya Attha Ngika Magga). Lihat Ibid.,  Joesoef Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 77
[27] Kejelasan mengenai lamanya ia berdakwah masih relative ada yang menyebutkan selama 40 tahun. Ibid.,
[28] Ibid., Hlm. 78. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa Buddha meninggal karena makan jamur racun, yang tidak sengaja telah masuk ke dalam makanan yang dihidangkannya. Lihat Ibid., Huston Smith, Agama-agama…, Hlm. 113.
[29] Ibid., Joeseof Sou`yb, Agama-agama …, Hlm. 78
[30] Ibid.
[31] Ibid., Hlm. 79
[32] Ibid., Michael Keene, Agama…, Hlm. 74
[33] Nirwana berarti meletus atau padam. Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 147
[34] Ibid., Michael Keene, Agama…, Hlm. 77
[35] Tri berarti tiga, dan pitaka bermakna bakul dan dimaksudkan sebagai bakul hikmat. Sehingga Tripitaka diartikan sebagai tiga himpunan hikmat. Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama…, Hlm. 72
[36] Ibid, Michael Keene, Agama…, Hlm. 72
[37] Ibid.,
[38] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-agama…,  Hlm. 84
[39] Himpunan itu ada empat yang terdiri dari Majjima Nikaya yang terdiri 152 Sutta dan terdiri 15 Vaggha (Kelompok masalah), Samyutta Nikaya  terdiri dari 56 Sutta (Samyutta) yang isinya tentang tokoh-tokoh utama setelah Buddha beroleh pencerahan dan ada yang mengatakan Khotbah pertamanya sebagai khotbah penggerak roda, Anguttara Nikaya yang terdiri 2.308 Sutta dan tersusun 11 buah Nipata (Kelompok masalah) yang isinya tentang macam, Buddha, tata laku, macam rahib dan macam jalan menuju nirwana, dan Kuddhaka Nikaya yang merupakan kumpulan berbagai Sutta dan berisikan pokok-pokok azasi dari kehidupan Buddha yaitu Metta Sutta tentang cinta kasih bagi manusia, Mahamangala Sutta tentang kerahiban yang paling besar, Dhammapada tentang nilai-nilai pegangan hidup, Theragatta dan Therigatha yaitu nyanyian keagamaan untuk rain, dan Jataka (Dzanecka) tentang berbagai kehidupan yang lebih duluan dari Buddha pada berbagai penjelmaannya. Lihat  Ibid., Hlm. 85
[40] Ibid., Hlm. 87
[41] Nama Hinayana merupakan pemberian mazhab Mahayana sebagai lawan saing dari ajaran Buddha yang semula namanya Theravada. Sehingga banyak Buddhisme di Barat menyebutnya dengan sebutan Hinayana. Lihat Dale Cannon, Enam Cara…, Hlm. 214.
[42] Ibid., Joesoef Sou`yb, Agama-…, Hlm. 89.
[43] Ibid., Dale Cannon, Enam Cara…, Hlm. 215
[44] Ibid., Hlm. 216
[45] Ibid., Huston Smith, Agama…, Hlm. 156
[46] Ibid., Hlm. 163
[47] Ibid., Hlm. 163
[48] Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, (Bandung; Mizan, 2003), Hlm. 190 

1 komentar:

  1. http://taipanqqculinary.blogspot.com/2018/02/lezatnya-spaghetti-pelangi-bekal-unik.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/akhir-pelarian-pencuci-uang-terbesar-di.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/imbas-longsor-kai-hentikan-operasi.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus